ARTIKEL PINTASAN

Wednesday, January 15, 2014

Denny JA, Sampai Kapan Jadi Sastrawan?




Denny JA, Sampai Kapan Jadi Sastrawan? - Sejak akhir tahun kemarin, saya mencium aroma-aroma perdebatan Denny JA. Kala itu belum ada tanda-tanda perdebatan soal 33 sastrawan berpengaruh. Film-film dia di Youtubelah yang jadi pergunjingan. "Denny memang dikenal ingin tampil, tapi film seperti itu lumayanlah," kata seorang narasumber di dalam acara diskusi soal keberagaman agama.
Puisi esai Denny JA dikritisi. Seakan Denny revolusioner ihwal perpuisian, seakan produktif dan pelopor perpuisian. "Dia kan kita tahu pegiat lembaga survei," kata narsum itu lagi.
Seminggu setelah memasuki tahun baru 2014, muncullah itu perdebatan. Awalnya saya tidak tahu-menahu tentang "33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh", dikeluarkan PDS HB Jassin. Keingintahuan saya semakin dalam, saya ajak bincang beberapa rekan soal kontroversi Denny JA dan saya himpun informasi pergunjingan anyar itu dari internet.
Saya simpulkan, seperti kata Irwan Bajang, dalam Kompasiana, Denny JA harus dilihat sebagai seorang pebisnis, seorang enterpreneurship. Dari paradigma itu, tahulah kita bahwa Denny bukan pegiat sastra. Lantas, dengan pencetusan puisi esai, dia dianggap layak dinobatkan sebagai sastrawan berpengaruh oleh Tim 8, sebagai kurator. Kritik saya, selayaknya perdebatan klasik, terlalu naif menobatkan dia sebagai sastrawan. Sampai sekarang, definisi dan kelayakan penyebutan sastrawan juga masih menjadi perdebatan. Saya pahami, menjadi sastrawan butuh produktivitas dan gagasan estetik, bukan sekadar gagasan bentuk yang baru semata. 
Kalau sekadar bentuk yang baru, bagaimana nasib Agus Noer dengan fiksimininya? Bagaimana nasib Nukila Amal dengan prosanya yang padat? Bagaimana nasib Saut Sitomorang, sebagai pendobrak "pengkultusan" sastrawan dari kubu Salihara Cs, yang punya banyak pengikut muda itu? Bagaimana dengan Seno Gumira? Bagaimana dengan Wiji Thukul? Bagaimana si A, si B, dan lainnya? Menurut saya Tim 8 tidak memiliki argumen yang kuat dan tidak terbuka terhadap alasan-alasan tokoh yang tidak disertakan.
Pencetusan Denny JA sebagai tokoh sastra berpengaruh telah terjadi. Publikasi telah menyebar. Artinya, generasi mendatang, anak-cucu, akan mengetahuinya. Namun, saya kira pencatatan nama Denny JA hanya sementara. Sekali lagi saya tekankan, produktivitas dan gagasan estetiklah yang akan membuktikan, yang akan membuat nama Denny JA bertahan atau tidak bertahan. "Sampai kapan seorang enterpreneurship dan pegiat politik bisa bertahan sebagai tokoh sastra?" begitulah senandika saya kala memahami banyak catatan di internet tentang perdebatan ini.
Mungkin generasi mendatang, yang kini masih berusia 20 - 30-an, akan mencatat nama tokoh sastra berpengaruh lainnya, 10-20 tahun lagi. Sangat mungkin nama Denny JA akan terhapus bila dia tidak produktif.


Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes