ARTIKEL PINTASAN

Sunday, April 23, 2017

Mental Masyarakat Pariwisata

foto: techad.co.id


Presiden Joko Widodo sudah lebih dari dua kali melakukan kunjungan ke Sumatera Utara. Kunjungannya terakhir, Presiden menggemakan Danau Toba sebagai objek wisata nasional yang menjadi prioritas pemerintah untuk dipromosikan di luar negeri. Ini artinya, Presiden Jokowi sedang menggalakkan pariwisata Danau Toba berkelas internasional.

Lalu, siapkah kita sebagai masyarakat Sumatera Utara menjadi tuan rumah Danau Toba yang akan dikunjungi ribuan bahkan ratusan ribu wisatawan mancanegara setiap tahunnya? Apa yang perlu dilakukan untuk mendukung pariwisata Danau Toba berkelas internasional ini? Inilah pertanyaan mendasar, yang sifatnya sangat elementer.

Banyak opini yang mengutarakan bahwa infrastruktur di kawasan sekitar Danau Toba belum memadai. Bahkan, salah seorang budayawan, dalam wawancara di stasiun televisi swasta, yang tayang Kamis malam, 22 September 2016, menegaskan bahwa infrastruktur aspek utama yang harus dilakukan pemerintah. Apakah benar infrstruktur sifatnya mendesak untuk mendukung semua itu?

Insfratruktur dalam artian akses, transportasi, dan lingkungan adalah pendukung semata. Infrastruktur tidak mendesak. Justru ada aspek lain yang perlu disoroti dan dibenahi. Bayangkan, suatu objek wisata telah terbangun segala aspek infrastrukturnya. Katakanlah, akses jalannya telah sempurna dalam arti jalan raya mulus. Plang petunjuk bagi wisatawan sudah terpasang di berbagai sudut jalan. Tempat pemungutan retribusi sudah bagus. Pengelola objek wisata secara organisasi telah terbentuk dengan sempurna.

Tak hanya itu, sistem kebersihan dan keamaan sudah ditetapkan. Dapat dikatakan sistem ini merupakan sistem terbaik. Lalu, apakah semua itu berarti jika mental masyarakat di sekitar objek wisata tersebut tidak bermental pelayan?

Mental Pelayan


Jika ingin memajukan pariwisata di suatu tempat, itu artinya harus mampu membuat mental masyarakat sebagai mental pelayan. Mental pelayan adalah mental yang memegang prinsip patuh dan tunduk. Mental pelayan untuk membahagiakan orang yang dihadapinya.

Aspek utama mental pelayan ialah kepercayaan. Selain itu, perlu pula adanya keramahtamahan dan  kejujuran. Kepercayaan sudah lazim memang, di mana pun tempat wisata, kepercayaan pengelola objek wisata dan masyarakat di sekitarnya harus ada. Tanpa ada kepercayaan ini, wisatawan enggan kembali. Bahkan, bukan tidak mungkin wisatawan tersebut membuat citra objek wisata tadi terpuruk karena menceritakannya ke kolega, rekanan, kerabat, hingga sanak saudaranya.

Dalam hal ini, ada dua kisah menarik saat Penulis melakukan kunjungan ke Danau Toba. Tepatnya Oktober 2015. Peristiwa pertama, kala itu, karena tidak ada petunjukan kawasan parkir umum, Penulis parkir mobil di salah satu areal luas di tepian danau Ajibata. Tepat di samping areal tersebut berdiri sebuah warung. Begitu Penulis keluar dari mobil dengan membawa peralatan makan, pemilik warung justru mendatangi Penulis. Ia mengusir, dengan nada dan pilihan kata yang tidak etis. Intinya, ia meminta Penulis parkir di tempat lain.

Peristiwa kedua, terjadi saat Penulis usai mandi di pesisir danau. Salah seorang meminta biaya sewa ban, yang kebetulan dipakai Penulis. Karena orang tersebut merupakan orang yang tadi memberikan ban untuk disewa, maka tanpa pikir panjang Penulis memberinya uang sewa ban sesuai kesepakatan awal. Sayangnya, 15 menit kemudian, orang lain datang, dengan mengaku bahwa dirinya pemilik seluruh ban yang disewakan di area tersebut. Penulis mengatakan bahwa biaya sewa ban sudah diberikan kepada orang yang datang sebelumnya, yang memang menawarkan ban di awal. Namun, orang tersebut bersikeras, dengan nada memaksa, bahwa dirinyalah yang berhak meminta biaya sewa ban.

Dari dua peristiwa di atas itu bisa menjadi acuan bagaimana mental pelayan belum terbentuk. Kedua peristiwa tersebut tentu menjadi pertimbangan Penulis saat merencanakan liburan ke Danau Toba.

Pariwisata Bisnis Jasa

Dunia pariwisata adalah bisnis jasa. Di sanalah, trust menjadi hal penting. Bisnis jasa tanpa rasa kepercayaan tidak akan berjalan dengan baik. Begitu pula dengan aspek kenyamanan dan keramahtamahan.

Dalam bisnis jasa, tidak ada yang ditawarkan produk komoditas yang sifatnya materil. Bisnis wisata hanya menawarkan jasa dan destinasi wisata sebagai objek bisnisnya. Namun, objek ini tentu perlu didukung rasa kepercayaan, sikap ramah, nyaman, dan lainnya. Meski aspek-aspek ini sifatnya pendukung objek bisnis, bukan berarti ini tidak penting. Analoginya sama seperti bisnis produk komoditas. Bukankah dalam menjual produk makanan, misalnya, perlu pengemasan yang baik demi menarik pembeli?

Singkat uraian, Penulis menyarakan perlunya membangun mental masyarakat pariwisata di sekitar Danau Toba. Tanpa mental ini, adalah kesia-siaan menjual wisata Danau Toba hingga ke luar negeri.


*ditulis 2016

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes