ilustrasi (foto: blogspot) |
Dua bulan ini Facebook benar-benar memerhatikan privasi dan
kenyamanan penggunananya. Salah satu faktor utamanya, yang menjadi sorotan
publik, ialah adanya pelanggaran etika terhadap adik CEO Facebook, Randi
Zukerberg, pada Juli 2013 kemarin. Randi menjadi korban kesemena-menaan
pengguna media sosial. Fotonya yang berpose bersama keluarga dipublish ulang di
Twitter. Awalnya ia hanya mempublish di Facebook, tetapi foto tersebut juga
tersebar di Twitter tanpa sepengetahuan dirinya. “Etika Digital: Selalu meminta
izin sebelum mem-posting foto teman ke publik. Ini bukan tentang pengaturan
privasi, tapi tentang kesopanan manusia,” tulis Randi di akun Twitternya guna
menanggapi penyebaran foto tersebut.
Melihat pentinganya privasi dan kenyamanan seseorang, pada
akhir Juli 2013 Facebook sedang mengembangkan kebiasaan penggunanya dari
perilaku penyembunyian postingan. Kini Facebook memang telah memiliki fitur
“hide from timeline”. Namun, pihak Facebook menegaskan akan mengembangkan
kenyamanan pengguna melalui analisis fitur tersebut. Selain berorientasi pada kenyamanan,
pihak Facebook juga tetap mengusung kesopan, sehingga hasil analisis tersebut
diharapkan dapat memperbaiki fitur sesuai kesopanan pengguna.
Facebook tampaknya akan menjadi pelopor media sosial yang
mengusung etika di dalam interaksi media sosial. Tentunya itu seiring harapan
banyak pengguna. Etika media sosial tentu tidak jauh berbeda dari etika
kehidupan masyarakat, ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Di Amerika
dan Eropa, isu etika di media sosial telah menjamur. Namun, di Indonesia hanya
sekadar pencetusan perundang-undangan tanpa adanya implementasi. Josep R
Dominick telah mengingatkan dalam bukunya, Media
in The Digital Age, bahwa manusia dapat menjaga etika dengan baik di
lingkungan media digital apabila manusia tersebut memiliki etika personal yang
baik.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.