ilustrasi (foto: blogspot) |
Apa itu etika yang dimaksud di sini? Tidak jauh berbeda
dengan etika di dalam kehidupan sehari-hari. Toh, media sosial merupakan rekaan
(maya) dari kehidupan nyata. Media sosial adalah bagian dari sisi yang tak
nyata dari kehidupan nyata. Ia hanya sebuah ruang maya.
Etika berguna bagi masyarakat untuk pembatasan diri. Etika
membatasi keseharian maupun perilaku interaksi antarindividu di dalam
bermasyarakat. Etika merupakan semacam cara melakukan penilaian baik dan buruk.
Hal-hal yang baik bagi kehidupan diterapkan sebagai “hukumnya”, sedangkan
hal-hal buruk disisihkan dan menjadi landasan “menghukum” seseorang.
Tokoh pemikir filsafat moral di Indonesia, Frans Magnis
Suseno, menyatakan, etika adalah cara berpikir sistematis tentang moral.
Dirinya menjabarkan, etika mampu menelisik tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Di sinilah
tatanan beretika terkait suatu ajaran agama sebagai bagian dari moralitas.
Berdasarkan hal itulah muncul aturan-aturan yang dibakukan.
Badan internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk suatu dasar
hukum tentang kebebasan komunikasi yang telah dibatasi. Artinya, bebas
berkomunikasi tetapi tidak sebebas-bebasnya.
Melalui UNESCO, PBB melahirkan UNESCO Brisbane Declaration tentang kebebasan informasi. Deklarasi
itu tahbiskan pada 3 Mei 2010. Setiap negara yang berada di naungan UNESCO
diharuskan menerapkan ketetapan tersebut di negara masing-masing. Tujuannya
ialah menjamin kebebasan informasi dan kemelekan media informasi di tiap-tiap
negara tersebut.
Di dalamnya termasuk mengarahkan bagaimana media informasi
elektronik (TI) mampu digunakan dengan batas-batas etis. Seiring aturan
tersebut, Kementerian Informasi dan Informatika juga mebidangi aturan yang
serupa, yakni UU ITE (Informasi
dan Transaksi Elektronik). Di dalamnya memuat perihal tindakan-tindakan etis
pengguna layanan media elektronik.
Namun, apa yang dibakukan melalui perundang-undangan oleh
lembaga internasional dan lembaga nasional itu saja tidak cukup. Fitur-fitur
penyedia layanan media sosial telah memahami itu. Di Twitter terdapat fitur
“follow” dan “unfollow”. Di Facebook terdapat “unfriend”, di dalam kerangka
pertemanan. Di Linkedin terdapat beberapa metode permintaan pertemanan,
sehingga tidak sembarang berteman. Pada umumnya fitur-fitur itu mampu
mewaspadai pertemanan apabila melakukan tindakan yang tidak etis. Sekali
menjadi korban ketidaketisan, fitur tersebut dapat diandalkan dengan melepaskan
hubungan.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.