ARTIKEL PINTASAN

Wednesday, August 27, 2014

Bangsa yang Jujur



 
ilustrasi (foto: studentcritical.blogspot.com)
Bangsa yang JujurJutaan rakyat mengapresiasi hak politik warga negaranya pada tanggal 9 Juli lalu. Rakyat mendatangi tempat pencoblosan. Ada harapan, sumbangan suara ke lokasi pemungutan dapat mengubah kehidupan bernegara pada masa setelah berakhirnya masa tugas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada hari itu juga jutaan rakyat tak sabar menanti hasil penghitungan, apakah dukungan jadi unggulan. Lembaga survei yang bekerja selaku penghitung cepat segera mengumumkan hasil hitung cepat beberapa jam setelah lembaga negara yang memungut suara menyatakan pemungutan suara resmi ditutup.
Quick count mulai beraksi. Kedua calon presiden ikut bereaksi. Keduanya memasang suara dan sikap di layar televisi secara live. Rakyat ikut merespon aksi dan sikap presiden pilihannya.
Dari hal itulah muncul istilah-istilah asing di telinga tapi tak asing di ranah politik. Kata-kata "quick count", "exit poll", "sampling", "margin of error", dan "real count". Sejak tahun 2009 kata-kata ini mulai familiar bagi publik, meski mulai muncul pada tahun 2004.
Kemudian persoalan muncul ketika publik membicarakan politik pilpres yang ramai mempersoalkan quickcount itu. Suatu ketika muncul pertanyaan, "Bagaimana ini quickcount," di grup telefon layar sentuh (telasen: gadget). Di waktu lain muncul pula kata "kuikon" di grup yang sama. Ada pula "kuik kon". Begitu pula dengan kata yang lainnya, "eksit pol", "sempling", "eror marjin" atau "marjin of eror".
Mirip masalah ini, beberapa waktu yang lalu seorang kyai membaca teks "gender" dengan lafal seperti teks, bukan "jender". Ia tersenyum, dan hampir semua santri yang mendengarnya tersenyum. Lantas ia beralasan, "Bangsa Indonesia itu bangsa jujur. Apa yang tertera di teks ya itu dibacanya." Begitu pun dengan apa yang dibaca (lafal), penulisan pun seperti apa yang dilafalkan.
Afiksasi dalam bahasa Inggris, misalnya, Ex- menjadi Eks-, -ive menjadi -if, Pasca menjadi Paska, France menjadi Perancis, Ramadlan atau Ramadhan menjadi Ramadan, dan sebagainya. Terlepas apakah mazab bahasa Indonesia merupakan "mazab bunyi" atau bukan, yang konon katanya berbeda dengan mazab Melayu Malaysia, yang jelas bahwa dari masa ke masa masyarakat Indonesia lebih mengedepankan kejujuran. Jujur dalam pelafalan dan penulisannya.
Jadi, yang jadi soal dari kata-kata politik di atas adalah hakikat kata tersebut. Apakah makna kuikon itu merupakan perbuatan kejujuran atau perbuatan bohong. Bagaimana pun kata "quic count" tertulis, masyarakat hanya ingin paparan kejujuran. Seperti kata kyai tersebut, bangsa Indonesia adalah bangsa yang jujur.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes