ARTIKEL PINTASAN

Wednesday, October 15, 2014

Ahok, Pilkada, dan Kapitalisme

ilustrasi kapitalisme (gambar: naw-art.blogspot.com)
Ahok, Pilkada, dan Kapitalisme - Ribut-ribut sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) yang tertuang melalui RUU Pilkada yang berdampak pada pengunduran diri Basuki Tjahya Purnama (Ahok) dari Partai Gerindra tidak lebih sebatas dagelan politik saja. Dipicu persoalan sistem pemilukada, Ahok dan Partai Gerindra berbuntut pada perselisihan antara Ahok dan pengurus partai.
Ibarat kolam ikan yang mengalami masalah pada air hingga ikan pun kena imbasnya. Begitulah gambaran perselisihan antara Ahok dan pengurus partai. Sesungguhnya perselisihan tersebut tidak sebatas dagelan, karena hakekat persoalan tidak terletak pada perbedaan pandangan antara Ahok dan pengurus partai terhadap sistem pilkada. Lebih jauh dari itu, persoalan bermula dari perdebatan nilai demokratis di dalam dua pilihan sistem pilkada, yakni pemilu langsung atau pemilu melalui anggota dewan (DPR). Pemilu langsung dianggap menciptakan efek korupsi bagi kandidat kepala daerah. Sebaliknya, pemilu melalui anggota dewan retan terhadap jual-beli suara. Pemilu melalui anggota dewan juga mengabaikan hak politik suara rakyat.
Hakekat persoalan di dalam perdebatan nilai demokratis tersebut sesungguhnya dampak atas penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme menempatkan nilai kekuatan, nilai kemuliaan, dan nilai kehormatan pada materi. Kapitalisme tidak memandang nilai ketulusan, nilai kemulian, dan nilai pengabdian. Dengan demikian, nilai demokrasi di tengah kapitalisme akan mengabaikan nilai pengabdian, nilai kemuliaan, dan nilai ketulusan pejuang demokrasi. Tak salah bila disebut “demokrasi itu mahal harganya”.
Baik pemilihan langsung maupun melalui anggota dewan, keduanya sama-sama berpotensi terjadi transaksi materi. Transaksi materi pada sistem pemilihan langsung terjadi antara calon (yang dipilih) dan masyarakat (pemilih). Begitu pula dengan pemilihan melalui anggota dewan, antara calon dan anggota dewan (pemilih).
Keduanya-duanya sama pula mengabaikan hal ihwal kebaikan dan cita-cita calon. Calon yang memiliki rekam jejak yang bagus belum tentu mampu memenangi kontetstasi pemilu kepala daerah. Calon yang memiliki niat pengabdian kepada rakyat belum tentu dapat memenangi kontestasi politik. Nilai ketulusan, nilai kemulian, dan nilai pengabdian calon hanya sebatas nilai yang sifatnya biasa. Nilai-nilai ini tidak mampu menjadi daya tarik di tengah kehidupan pramatisme politik.
Idealisme tanpa uang (materi) itu nihil. Begitulah pandangan yang merasuki dunia yang kapitalistik. Kapitalisme yang telah masuk ke berbagai sendi-sendi kehidupan selalu memandang nilai dan perbuatan tanpa uang adalah keterbelakangan. Di sinilah letak dilematisnya, apakah kontestasi politik yang demikian mengusung idealisme tanpa materi atau justru melangkah berdasarkan materi.
Materi memiliki daya pesona tersendiri dibandingkan nilai-nilai tersebut. Pemilih terperangkap pada pragmatisme, di tengah tuntutan ekonomi kapitalisme. Materi dapat memenuhi kebutuhan ekonomi pemilih, paling tidak membantu. Dengan demikian, materi mampu mengantarkan calon memenangi kontestasi politik.
Pergualatan Ahok dengan pihak-pihak yang berseberangan dapat dipahami sebagai dagelan politik yang tidak mempersoalkan sumber permasalahan. Kedua belah pihak dapat dikatakan bertindak benar. Namun juga sebaliknya, dapat dikatakan bertindak salah. Seperti analogi di atas, apa yang dilakukan Ahok dan pihak yang berseberangan dengan Ahok merupakan dampak semata. Ibarat ikan yang mati di kolam akibat kandungan yang tidak baik pada air.

Menitikberatkan cara mana yang terbaik sama halnya memahami dengan ikan mana yang baik menggantikan ikan-ikan yang mati di dalam kolam tersebut. Bukankah perhatian seharusnya tertuju pada air dan sumber air. Memahami air dan sumber air berarti memahami ihwal mengapa kecurangan materi di dalam pelaksanaan pilkada sering terjadi. Dengan demikian, masyarakat membutuhkan pemecahan masalah lebih jauh lagi dari perdebatan antara pilkada langsung maupun tidak langsung, apalagi dagelan politik semata.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes