ARTIKEL PINTASAN

Wednesday, October 15, 2014

Memahami Wayang

 

sampul buku Wayang dan Karakter Manusia
Resensi Buku Wayang dan Karakter Manusia: "Memahami Wayang" - Pementasan wayang pada zaman Nusantara dahulu tak ubahnya bagaimana kita menonton film bioskop di studio 21 yang ada di mall-mall. Dahulu pementasan wayang merupakan sarana hiburan masyarakat. Orang dahulu rela menghabiskan waktu semalam suntuk untuk menyaksikan pementasan wayang. Orang sekarang rela menghabiskan uang untuk membeli tiket film bioskop studio 21. Orang dahulu merasa terhibur selepas menyaksikan pementasan wayang. Orang sekarang merasa terhibur selepas keluar dari studio pemutaran film bioskop yang ia saksikan. Pementasan wayang dan film bioskop sama-sama membuat para penonton bercerita tentang apa yang mereka saksikan sehabis menonton.
Pementasan wayang dan film bioskop hanya berbeda unsur dan intensitas pemutaran. Tentu juga berbeda zamannya. Soal nilai unsur di dalam keduanya tentu bersifat terbuka untuk diperdebatkan. Karena itu, di sini tidak ingin memaparkan lebih jauh perihal nilai unsur keduanya.
Untuk memahami bagaimana karakter manusia Nusantara dahulu terpengaruh oleh tokoh-tokoh wayang, buku Wayang dan Karakter Manusia merupakan salah satu buku zadul (zaman dahulu) yang layak diabaca. Buku yang ditulis oleh Perwira TNI ini, Sri Mulyono Djojosupadmo, mengarahkan pembacanya memahami peran dan tokoh-tokoh wayang. Meski terbatas, dalam arti tidak seluruh tokoh dibahas, pembahasan tokoh-tokohnya cukup mudah dipahami. Mungkin latar profesi penulisnya juga memengaruhi sudut pandang dan cara memahami tokoh-tokoh wayang.
Sebelum memahami lebih jauh tokoh-tokoh beserta peranannya, lulusan teknik sipil itu menyatakan bahwa wayang bukan semata untuk orang Jawa. Wayang juga ada di luar Jawa. Dengan demikian, ia menyatakan, bukan tidak mungkin sebenarnya wayang diindonesiakan. Kalau tak salah mendiang Prof. Dr. Priyono pernah menyatakan bahwa di Kelantan (Malaysia) ada wayang . maka ada baiknya untuk menyelidiki dan memeriksanya. Ada pula yang menyatakan di Betawi ada wayang menggunakan bahasa Jakarta. Kalau benar, apakah itu tak pantas diselidiki, dan membuktikan sekaligus bahwa pengindonesiaan wayang memang mungkin (halaman 23).
Buku yang dihimpun dari artikel-artikel Sri Mulyono di media massa ini menguraikan bagaimana etika maupun moral (baik dan buruk), psikologi maupun religiusitas (kepribadian maupun keruhanian) para tokohnya. Di antaranya ialah Wibisana, Kumbakarna, Harjuna Sasrabahu, dan lainnya. Selain itu, Sri Mulyono juga menyisipkan cara memahami pedalangan wayang hingga merasuk ke dalam intinya. Menurut Sri, menyaksikan pewayangan bukan semata hiburan, melainkan juga terkandung unsur seni, pendidikan (etika dan moral), ilmu pengetahuan, hingga rohaniah.
Wibisana dinyatakan Sri Mulyono sebagai tokoh yang arif. Kearifan (makrifat) Wibisana muncul setelah Wibisana melewati fase-fase dilema. Wibisana bagi mistikus adalah Gunawan, yaitu manusia yang sudah mencapai tataran arif atau mencapai makrifat. Sedang bagi pewayangan perjalanan Wibisana juga melambangkan kerinduan orang suci yang telah mencapai tingkat gunawan arif yang ingin bergabung menjadi satu dengan kebenaran sejati (Rama) (halaman 78).

Judul Buku: Wayang dan Karakter Manusia
Penulis: Sri Mulyono

Penerbit: Yayasan Nawangi & PT Inaitu

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes