Resensi Buku Wayang dan Karakter Manusia: "Memahami Wayang" - Pementasan wayang pada zaman
Nusantara dahulu tak ubahnya bagaimana kita menonton film bioskop di studio 21
yang ada di mall-mall. Dahulu pementasan wayang merupakan sarana hiburan
masyarakat. Orang dahulu rela menghabiskan waktu semalam suntuk untuk
menyaksikan pementasan wayang. Orang sekarang rela menghabiskan uang untuk
membeli tiket film bioskop studio 21. Orang dahulu merasa terhibur selepas
menyaksikan pementasan wayang. Orang sekarang merasa terhibur selepas keluar
dari studio pemutaran film bioskop yang ia saksikan. Pementasan wayang dan film
bioskop sama-sama membuat para penonton bercerita tentang apa yang mereka
saksikan sehabis menonton.
Pementasan wayang dan film
bioskop hanya berbeda unsur dan intensitas pemutaran. Tentu juga berbeda
zamannya. Soal nilai unsur di dalam keduanya tentu bersifat terbuka untuk
diperdebatkan. Karena itu, di sini tidak ingin memaparkan lebih jauh perihal
nilai unsur keduanya.
Untuk memahami bagaimana karakter
manusia Nusantara dahulu terpengaruh oleh tokoh-tokoh wayang, buku Wayang dan
Karakter Manusia merupakan salah satu buku zadul (zaman dahulu) yang layak
diabaca. Buku yang ditulis oleh Perwira TNI ini, Sri Mulyono Djojosupadmo,
mengarahkan pembacanya memahami peran dan tokoh-tokoh wayang. Meski terbatas,
dalam arti tidak seluruh tokoh dibahas, pembahasan tokoh-tokohnya cukup mudah
dipahami. Mungkin latar profesi penulisnya juga memengaruhi sudut pandang dan
cara memahami tokoh-tokoh wayang.
Sebelum memahami lebih jauh
tokoh-tokoh beserta peranannya, lulusan teknik sipil itu menyatakan bahwa
wayang bukan semata untuk orang Jawa. Wayang juga ada di luar Jawa. Dengan
demikian, ia menyatakan, bukan tidak mungkin sebenarnya wayang diindonesiakan. Kalau tak salah mendiang Prof. Dr. Priyono
pernah menyatakan bahwa di Kelantan (Malaysia) ada wayang . maka ada baiknya
untuk menyelidiki dan memeriksanya. Ada pula yang menyatakan di Betawi ada
wayang menggunakan bahasa Jakarta. Kalau benar, apakah itu tak pantas
diselidiki, dan membuktikan sekaligus bahwa pengindonesiaan wayang memang
mungkin (halaman 23).
Buku yang dihimpun dari
artikel-artikel Sri Mulyono di media massa ini menguraikan bagaimana etika
maupun moral (baik dan buruk), psikologi maupun religiusitas (kepribadian
maupun keruhanian) para tokohnya. Di antaranya ialah Wibisana, Kumbakarna,
Harjuna Sasrabahu, dan lainnya. Selain itu, Sri Mulyono juga menyisipkan cara
memahami pedalangan wayang hingga merasuk ke dalam intinya. Menurut Sri,
menyaksikan pewayangan bukan semata hiburan, melainkan juga terkandung unsur
seni, pendidikan (etika dan moral), ilmu pengetahuan, hingga rohaniah.
Wibisana dinyatakan Sri Mulyono
sebagai tokoh yang arif. Kearifan (makrifat) Wibisana muncul setelah Wibisana
melewati fase-fase dilema. Wibisana bagi
mistikus adalah Gunawan, yaitu manusia yang sudah mencapai tataran arif atau
mencapai makrifat. Sedang bagi pewayangan perjalanan Wibisana juga melambangkan
kerinduan orang suci yang telah mencapai tingkat gunawan arif yang ingin
bergabung menjadi satu dengan kebenaran sejati (Rama) (halaman 78).
Judul
Buku: Wayang dan Karakter Manusia
Penulis:
Sri Mulyono
Penerbit:
Yayasan Nawangi & PT Inaitu
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.