ARTIKEL PINTASAN

Wednesday, August 11, 2010

Heterogenitas




Heterogenitas
(Pemahaman ala Postmodernisme)
1. Suatu waktu saya ikut diskusi publik di ruang PSBJ, yang tidak kebetulan bahan diskusinya adalah Jeihan. Pada saat itu saya mempertanyakan “kemainan-mainan terhadap agama” kepada pembicara. Simpulan argumen pembicara tersebut yaitu, bahwa dunia merupakan permainan dan keseriusan pun adalah suatu kemain-mainan.
2. Beberapa hari yang lalu seorang teman saya memperagakan cara merokok sambil minum kopi. Tentu saya tidak begitu kaget, karena di luar banyak hal-hal yang mirip dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya adalah menyetir sambil membaca sms. Peragaan teman saya itu hanya mengilustrasikan tentang postmodernisme. Dia mengatakan “Seperti ini postmo!”, dan di mulutnya pun terdapat rokok dan gelas berisi air kopi.
Memahami postmodernisme berarti memahami banyak ilmu. Lalu apa sebenarnya postmodernisme? Secara bahasa, post berarti suatu keadaan yang telah berlalu, sudah lewat. Tetapi pemahaman secara bahasa ini harus seksama, karena postmodernisme bukan berarti suatu keadaan yang tidak lagi modern. Postmodernisme secara kebahasaan ialah suatu keadaan yang telah melalui keadaan modern. Maka dapat dipahami, bahwa postmodernisme merupakan turunan dari modernitas.
Pada awalnya, asal-usul postmodernisme, muncul dalam ruang sastra pada tahun 1930an untuk menyebut suatu periode pendek atas puisi Spanyol dan Amerika Latin yang mengindikasikan reaksi terhadap modernisme, oleh Federico de Onis (Ritzer, 2008). Dikatakan pula setelah itu muncul tahap ultramodern antara tahun 1914-1932. Setelah itu muncul beberapa penggunaan istilah postmodernisme di berbagai bidang ilmu. Salah satunya, di bidang filsafat, sekarang menjadi acuan literatur untuk teori postmodernisme, dikenalkan oleh pemikir Prancis, yakni Francois Lyotard dengan bukunya The Postmodern Condition: A Report Knowledge tahun 1984 (Ritzer, 2008).
Postmodernisme merupakan suatu cara pandang yang mengukuhkan sebagai cara yang berbeda dari –bahkan menolak- modernisme. Interdisiplin ilmu seolah-olah menjadi kerangka mekanis-karakteristik dalam postmo (istilah yang sering digunakan untuk merujuk postmodernisme), seperti ilustrasi di awal merokok sambil (pada waktu bersamaan) minum kopi. Kata postmo itu sendiri dapat berkonotasi banyak hal. Pada zaman banyak isme ini menciptakan sebuah konsekuensi fakta keberagaman yang harus diterima demi mencapai kebenaran masing-masing. Hegelianisme, Marxisme, Liberalisme, Humanisme, Sosialisme, maupun isme-isme lainnya hanyalah bentuk legitimasi ideologis (Ritzer, 2008).. Konsep utama dalam postmodernisme adalah heterogenitas (keberagaman), ini berkaitan dengan salah satu gejala postmo bahwa terdapat gender ketiga.
Dengan orientasi nalar seseorang sebenarnya layak diperbincangkan apakah postmo berorientasi pada kebenaran atau pembenaran? Postmo menitikberatkan pada interpretasi kebahasaan, sebab seorang postmodernis mementingkan pembaca ketimbang penulis (author). Dari konteks ilustrasi di atas misalnya, batas-batas pemahaman suatu makna menjadi bias ketika dua bentuk kata paradoksal dibaurkan tanpa pijakan yang jelas. Si Pembicara merusak makna “main-main” dan kemudian dileburkan ke dalam makna yang bertentangan, yakni kata “serius”. Landasan, konteks, dan tujuan merupakan ketiga hal bentuk yang tidak terikat lagi dalam kerangka pikir sehingga yang membiaskan.
Oleh Fredy Wansyah
Pengantar Diskusi Filsafat, 5 Agustus 2010.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes