ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, September 3, 2013

Usia (II)



Lanjutan "Usia (I)"

adegan film Elegy
Usia, Tinjauan Film Elegy - Pendapat penulis asal Rusia itu mampu melegitimasi sikap yang ia pilih. Ia ingin hidup bebas. Ia tidak ingin ada keterikatan. Bebas tanpa ikatan relasi. Baginya, masa tua adalah kenikmatan yang harus dirasakan sendiri, menikmati tanpa banyak beban.
Setelah kegelisahan itu, sang profesor memandang seorang mahasiswi duduk di dalam ruang kelasnya. Cantik. Berparas seksi. Dibalut dengan kemeja putihnya. Namanya Consuela Castillo. Perempuan keturunan Cuba. Pertemuan kala sang profesor mengajar itu mengarahkan pada ketertarikannya terhadap sosok mahasiswinya, Consuela.
Sang profesor mengakumi perempuan itu, yang mengingatkan dirinya terhadap sebuah lukisan karya Francesco de Goya. Pertemuannya kembali pada suatu acara membuat Sang Profesor memiliki kesempatan untuk menunjukkan lukisan tersebut kepada Consuela. Proses memperhatikan lukisan itu menjadi momen khusus bagi Sang Profesor. Tanpa sengaja Sang Profesor mencium rambut Consuela. Consuela merasakan itu.
Selanjutnya hubungan antara dosen dan mahasiswi itu menjadi dekat. Benar-benar dekat, hingga tubuh kedua tidak berjarak di atas kasur. Kedekatan tubuh seperti itu terulang, lagi, lagi, dan lagi. Sang Profesor mengagumi keindahan tubuh Consuela. Sungguh mengagumi dada, wajah, dan lekuk tubuh Consuela. Baginya tubuh Consuela adalah keindahan tubuh yang sempurna.
Ia ingin selalu menikmati keindahan Consuela. Namun, baginya, usia tua tidak mampu mempertahankan keinginan itu. Ia merasa akan kalah dengan pemuda-pemuda lain, yang ingin juga menikmati keindahan Consuela.
Di tengah hubungan dosen dan mahasiswi itu, Sang Profesor telah memiliki hubungan tanpa keterikatan dengan perempuan paruh baya, Carolyn. Sama seperti Consuela, Carolyn juga diajak saling menikmati tubuh, berdua, di atas kasur. Di antara kedua perempuan itu, ia memilih Consuela.
Sikap kegelisahan muncul atas keindahan Consuela. Ia cemas pada diri Consuela, yang semakin lama menikmati keindahan itu justru membuatnya kecewa karena pemuda-pemuda lain akan memperebutkan Consuela, sehingga Consuela akan meninggalkan Sang Profesor yang mahir dalam teori seni dan teori sastra itu.
Namun, ternyata kecemasan itu salah. Consuela justru memilih Sang Profesor, lelaki yang 30 tahun lebih tua. Consuela tidak ingin jauh dari diri lelaki tua yang gemar minum minuman beralkohol itu, dengan ditandai kelancaran menyebut nama-nama minuman beralkohol glenfiddich, bourbon, vodka, cointreu, greund marnies, dan armagrac.
Tindakan David Kepesh itu benar-benar menikmati usia tua, dengan cara mencintai seorang perempuan yang memiliki keindahan. Tanpa berpikir latar, keduanya mampu berkali-kali berdekatan tubuh tanpa jarak. Sampai kedua benar-benar menemukan ketakutan atas perpisahan (kepergiaan).

Sebagai penonton film garapan Isabel Coitex ini, apa yang diperagakan sosok Profesor David Kepesh melalui aktor Ben Kingsley, dapat menyimpulkan bahwa menikmati kesendirian masa tua tanpa keterikatan justru membawa kecemasan. Seperti adegan Ben Kingsley dan Penelope Cruz pada akhir masa film, Ben Kingsley memeluk Penelope Cruz dengan cara tidur sejajar di atas kasur pesakitan. Bersama Consuela, Profesor David Kepesh menunjukkan dirinya ingin hidup seribu tahun lagi.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes