Kegagalan Sempurna - Kegagalan menjadi bahan pemikiran saya dalam
resolusi bulanan. Ini soal perbaikan diri dari masa ke masa. Beberapa kali
perencanaan (survive), bertahan
hidup, gagal dari rencana awal.
Kebetulan belakangan
ini saya membaca novel The Railway Children karya Edith Nesbit,
karya sastra Inggris klasik, lantas saya teringat perihal tingkah ketiga
kakak-beradik, Peter, Bobby, dan Phyllis. Ketiga kerap bermain di stasiun
kereta api, dan menjejaki rel kereta api. Pada satu sisi, tidak jauh dari
stasiun, terdapat terowongan. Di terowongan itu mereka bermain kegelapan dengan
suasana ketakutan, tetapi mereka memiliki keyakinan bahwa gelap akan berakhir.
Itu sama halnya ketika mereka bertanya kepada ibunya perihal kepergian ayah
mereka. Dalam beberapa hari mereka tidak bertemu ayah, lantas mereka bertanya
kepada ibu. Apa pun jawab ibu dengan meyakinkan, ketiga bocah itu tetap yakin
suatu saat ayah mereka akan pulang.
Bagi Edith
Nesbit, melalui ketiga anak itu, mengisyaratkan bahwa keyakinan bukan semata
pendorong “keinginan”, melainkan juga mengendalikan ketakutan dan kegagalan.
Dua di antara anak itu gagal ingin bertemu sang ayah, tetapi dengan keyakinan
mereka mampu mengatasi kegagalan itu (pada akhir cerita sang ayah pulang ke rumah).
Di lain sisi,
saya teringat, pada suatu waktu saya bermain ke rumah bekas dosen saya. Saya
membantu perbaikan lemari buku. Di saat mengetuk paku di sudut lemari, ia
kesusahan. Saya bantu. Sambil mengetuk paku, saya mendengar celotehan, “Saya
itu memang selalu gagal. Gagal dari banyak sudut.” Maksudnya, ia kerap gagal
dalam berbagai lini kehidupan.
Kembali di awal,
tentang resolusi terhadap kegagalan. Saya berpikir ulang tentang
percobaan-percobaan “upaya survive
mandiri”. Pertama, saya (mencoba)
membangun sebuah portal bernama Kalanews. Kedua,
saya (mencoba) membangun portal berita khusus skala internasional. Ketiga, saya kembali (mencoba) turut
serta pembangunan portal lokal, Sumedang. Harapan semua itu ialah dapat menjadi
media survive saya. Namun, semuanya
gagal. Tidak ada satu pun, hingga catatan ini ditulis, berlangsung sampai saat
ini. Kegagalan menutup harapan.
Lantas apakah ingin seperti dosen itu, yang berkutat
pada kegagalan itu tanpa upaya keluar dari kegagalan hingga menganggap
kegagalan sebagai hal yang lumrah?
Kira-kira begitu pertanyaan dasar, dengan bersenandika.
Sederhana saja
menyimpulkan atas kegagalan “upaya survive
mandiri” tersebut. Ternyata benar apa yang dikatakan Hegel dalam pandangan
logika sejarahnya, yang bisa diterapkan pada persoalan praktis sehari-hari
seperti ini, bahwa sejarah materi memengaruhi masa depan.
Begitulah, resolusi
“upaya survive mandiri” bulan ini. Dengan
cara otokritik dan melihat jejak rekam rekanan “upaya survive mandiri”, tentu keyakinan dapat mengubah kegagalan menjadi
kegagalan sempurna.
Senin, 9 September 2013
Kegagalan adalah awal dari kesuksesan, keep spirite
ReplyDelete