ARTIKEL PINTASAN

Thursday, April 9, 2009

Bahasa dan Perlawanan Kelompok pada Film 10.000 BC



Bahasa dan Perlawanan Kelompok pada Film 10.000 BC
Sekilas menonton film 10.000 BC tidaklah menarik. Meminjam istilah bahasa slang, film ini tidak rame. Tidak rame karena tidak dapat menggetarkan hati, atau bahkan tidak ada teka-teki yang panjang. Hal ini diakui beberapa temanku. Cinta D’leh dengan Evolet pasti akan kembali lagi setelah dipisahkan oleh sekelompok orang yang menginginkan budak. Menurutku terlalu mudah mengatakan film ini tidak baik. Bukan berarti saya ingin mempromosikan film ini, 10.000 BC, tetapi ingin mendalami cerita yang ditawarkan film ini. Ada dua yang menarik dari film ini, yaitu bahasa dan perlawanan kelompok. Bagi saya menarik karena dapat menjadi bahan pertimbangan dari kondisi bahasa dan kondisi sosial saat ini.
Ada sebuah pernyataan : Ada seorang yang datang ke daerah kami, lalu kata orang tetua kami, pelajarilah bahasanya. Bagi saya, hal ini menarik. Pertama, bahasa sebagai alat manusia yang komunikatif. Artinya, tidak akan lancar berkomunikasi bila dua kelompok atau dua individu tidak memiliki bahasa yang sama, ataupun tidak mengathui bahasa yang digunakan oleh komunikator. Melihat kondisi negara-negara saat ini, sebuah bahasa telah menjadi bahasa yang universal. Dapat disimpulkan dugaan sementara, yakni beberapa negara telah dijajah oleh suatu negara. Penjahahan tersebut dilihat dari segi bahasa. Bahasa-bahasa lokal atau bahasa nasional suatu negara menjadi korban bahasa internasional (universal).
Melihat dari film tersebut pun, bahasa dari dua kelompok komunal yang berbeda. Dengan perbedaan tersebut, kedua atau beberapa kelompok menjadi tidak komunikatif. Seperti yang dilakukan oleh D’leh dan Tic Tic (teman ayah D’leh) ketika bertemu kelompok komunal petani. Berbeda memang mata pencarian dari asal kelompok Dleh dan Tic tic dengan kelompok komunal petani itu, kelompok D’leh adalah kelompok pemburu hewan, salah satunya adalah Manak sebuah gajah besar. Pada saat D’leh dan Tic tic masuk ke kelompok petani tersebut, untunglah ada seorang ketua kelompok petani yang menguasi bahasa kelompok pemburu atau disebut Suku Yagahl. Hingga D’leh dan Tic tic mampu berkomunikasi dengan lancar saat masuk ke kelompok tersebut. Dari sinilah kita dapat melihat, bahwa bahasa itu sangat pentinga, tidak hanya sekedar penting. Bagaimana dua kelompok individu dapat berkomunikasi bila tidak saling mengerti bahasanya?
Kemudian, bahasa pulalah yang menyatukan kelompok-kelompok tertindas, dalam hal ini kelompok-kelompok yang menjadi tujuan perbudakan. Kelompok Yagahl bersatu dengan kelompok-kelompok lain untuk membebaskan saudara-saudara mereka yang dipaksa bekerja, atau disebut pula dengan sistem perbudakan. Tujuannya untuk membangun sebuah bangunan lebih cepat, maka dari itu sang dewa mengutuskan untuk mencari budak-budak dari daerah yang ditempati oleh kelompok-kelompok manusia.
Awalnya, perlawanan dimulai dari cinta. D’leh dan Evolet yang sejak kecil telah menjalin hubungan. Namun, hubungan terlepas ketika kelompok penindas masuk ke Suku Yagahl untuk mengambil manusia Suku Yagahl dengan tujuan perbudakan tersebut. Dan, salah satu korbannya adalah Evolet, seorang perempuan yang dicintai oleh D’leh. Dari cintalah muncul perlawanan, dalam film ini.
Kondisi saat ini, perlawanan memang dibutuhkan oleh beberpa kelompok untuk mendapatkan sesuatu kesejahteraan, tetapi, apakah cukup perlawanan hanya dilakukan suatu kelompok saja? Saya kira, memang sangat dibutuhkan kebersamaan dalam melakukan perlawanan. Karena melawan harus dapat disesuaikan secara kuantitas dan kualitas. Bila secara kuantitas, memang tidak tepat bagi penindasan non-fisik. Akan lebih tepat melawan secara kualitas atas ketertindasan non-fisik.

Share this:

1 comment :

  1. SALAM KENAL

    DAN SALAM SUKSES BLOGGER INDONESIA.

    SEMOGA KESUKSESAN SELALU

    MENYERTAI KITA SEMUA.

    TERUTAMA BUAT OWNERNYA….

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes