Hasan Basri, Yahya Staquf, Jadul Maula, dan Prof Heddy Shri Ahimsa (foto: Kaliopak) |
Tidak Ada Alasan Melupakan Wayang - Kendala bahasa tidak dapat dinyatakan
sebagai kendala utama dalam memahami wayang. Meski wayang menggunakan bahasa
Jawa yang sulit dipahami remaja, ungkapan-ungkapan wayang masih dapat dipahami melalui
ekspresi lakon, alur cerita, dan teks pembanding seperti komik wayang. Demikian
disampaikan Jadul Maula, salah satu pembicara dalam seminar “Wayang dan Krisis
Manusia Nusantara”, Senin (17/11), di Ponpes Kaliopak, Piyungan, Bantul,
Yogyakarta.
Menurut Jadul, selama ini remaja dan
masyarakat yang enggan belajar memahami wayang justru terlena dengan tradisi di
luar dirinya. Tradisi rohani diri sendiri mestinya menjadi alat memahami
kerohanian diri sendiri karena tiap manusia memiliki seribu cara menuju Tuhan.
“Ini tidak adil lagi terhadap tradisi
sendiri. Ingkar pada tradisi sendiri. Kita punya tradisi rohani dan tidak mau
mengarah kesitu. Kita malah keluar. Krisisnya itu. Jatidiri,” papar pengurus
wakil ketua PWNU itu.
Pembicara lainnya, KH Yahya Staquf,
menyatakan, wayang adalah cara berdialog antara Jawa dan Islam. Selama ini,
ladang peradaban Jawa selalu mengolah seni wayang. Dengan demikian, menurut
mantan Juru Bicara era Presiden Abdurrahman Wahid itu, wayang merupakan bagian dari Islam itu sendiri.
“Ada hadis, Rasul, menyeru, bahwa Islam
menyempurnakan ahlaq. Menyempurnakan di sana, secara maknawi bahasa Arabnya,
berarti sempurna secara kualitatif,” kata Yahya.
Sementara itu, pembicara yang berasal
dari kalangan akademisi, Heddy Shri Ahimsa, menyatakan bahwa masyarakat
Indonesia selayaknya bersyukur karena hidup di tengah tradisi wayang. Menurut
dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM itu, dalang merupakan pelaku seni yang sangat
menarik dibanding pertunjukan seni lainnya. “Tidak ada pertunjukan yang seperti
dalang pertunjukan di dunia ini. Berdasarkan pengalaman saya, dalang itu harus
melatih banyak jenis vokal, harus memadukan gerak, dan mengharmonikan visual
serta suara dengan para pemain gamelannya,” ungkap dia.
Seminar ini diadakan dari bagian “Pekan
Peringatan Pusaka Dunia (UNESCO 2003-2014)” yang diadakan oleh Pondok Pesantren
Kaliopak dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Gelaran ini akan diadakan
hingga 6 Desember 2014. Keseluruhan acara diadakan di kawasan Ponpes Kaliopak.
Berita rilis
Tim Media Pesantren Kaliopak
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.