ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, September 30, 2014

Sejahtera di Masa Pensiun


ilustrasi (dok Sun Life)
Sejahtera di Masa Pensiun - Setiap pagi kosan Ibu Priyo, di salah satu jajaran kos-kosan Jalan Mangga, Condongcatur, Yogyakarta, selalu bersih. Beranda kamar bersih. Keranjang sampah di tiap kamar selalu kosong kembali. Keset di ambang pintu tiap kamar selalu rapi. Begitu pemandangan setiap pagi. Padahal tidak ada pembantu atau petugas kebersihan kosan.
Suatu kali saya melihati siapa orang yang selalu membersihkan beranda, kamar mandi, dan sisi sudut tiap kamar kosan itu. Ia berperawakan agak pendek. Wajahnya tampak ramah ketika berhadapan dengan penyewa kamar kosan. Rambutnya pendek ikal. Kulit wajahnya menyiratkan usianya yang telah berkepala enam. Ia sama sekali seperti tidak ada beban. “Monggo,” kata orang yang terbilang rajin itu, awal September (2014) lalu.
Ternyata ia adalah suami si empu kosan. Suami dari Ibu Priyo. Tentu saya tidak menyangka, mengapa pemilik kosan masih tetap rajin membersihkan asetnya sendiri. Saban hari ia membersihkan kos-kosannya. Padahal, ia bisa menyewa atau membayar orang untuk menjadi petugas kebersihan kos.
Tiap bertemu penghuni kosan, ia selalu melempar senyum. Sesekali menyapa. Kadang kala ia berbincang-bincang dengan penghuni kosan yang rata-rata adalah pemuda. Gaya bicaranya seakan tak memiliki beban hidup, apalagi beban ekonomi.
Suatu ketika saya berbincang dengan lelaki yang mengaku beranak empat itu. “Bapak gak kerja lagi? Cuma ngurus ini (menunjuk kos-kosan), Pak?” tanya saya.
Dari pertanyaan itulah ia mulai bercerita tentang masa lalunya. Ia adalah pensiunan Pertamina, khusus regional. Dari sana ia mulai mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Padahal, dahulu ia termasuk orang yang hidup pas-pasan. Ia mesti berjuang bersama istri, meski istrinya tidak bekerja.
Ia berkisah perihal masa sulit kebutuhan ekonominya. Masa sulit itu terjadi pada saat anak-anaknya mulai memasuki bangku kuliah. Kebutuhan semakin meningkat karena kebutuhan biaya kuliah anak tidak kecil. Bila satu anak duduk di bangku kuliah, sementara dua lainnya duduk di bangku sekolah, maka ia harus jeli membagi-bagi keuangan.
Menurut ia, perjuangan ekonomi dimulai bagaimana bisa hidup sederhana. Kesederhanaan membuat diri paham arti kesederhaan. Bermula dari kesederhanaanlah kesejahteraan dapat dicapai, bukan sebaliknya.
Dari situasi itu, lantas ia berpikir kesejahteraan di masa depan. Piawai membagi (alokasi) uang saja tidak cukup. Baginya, piawai membagi uang sifatnya hanya sementara. Dari sana ia mulai berpikir tentang sumber penghidupannya di masa depan. Terlintaslah di benaknya tentang investasi.
“Pelan-pelan bisa bikin kosan ini. Nabung sedikit demi sedikit. Biaya pas bangun ini juga harus dipaksa, karena tabungan yang udah dikumpulkan ternyata gak memadai,” kisah lelaki asli Yogyakarta itu.
Kini jerih payah telah dituai. Bagai pepatah, siapa menanam dia akan menuai. Dahulu ia menanam, kini ia telah menuai apa yang ia tanam. Dua bangunan kos-kosan telah berdiri gagah, yang salah satunya adalah kos-kosan yang saya huni. “Bersyukur yah, sekarang anak-anak udah nikah. Udah kerja, dan pada lulus kuliah,” tutur ia pada akhir kisahnya.
Usai berkisah, saya dan bapak itu berpisah. Seketika pikiran terlintas di benak saya perihal pentingnya menyusun ekonomi masa depan. Seperti pernyataan orang-orang yang berpengalaman lainnya, bahwa penyusunan ekonomi masa depan perlu dilakukan sedini mungkin. Ada beberapa faktor yang memengaruhi rencana anggaran (ekonomi) masa depan, di antaranya tingkat pendidikan, usia, status pekerjaan, kondisi kesehatan, status perkawinan, dan kondisi ekonomi keluarga. Faktor-faktor ini banyak sedikitnya menjadi landasan berapa alokasi anggaran masa depan.
Seperti pengalaman bapak tersebut, ia membangun masa depan melalui cara hidup sederhana. Artinya tidak bermewah-mewahan. Ia juga menyiapkan dana deposito untuk masa depan. Prinsipnya, manusia tidak selama hidup sehat dan fit. Atas prinsip ini pula petinggi perusahaan Sun Life mengingatkan faktor kesehatan dalam perancangan ekonomi masa depan. ”Dengan berkembangnya usia rata-rata hidup pasti problem kesehatan jadi utama dan problem kesehatan tak bisa lepas dari problem keuangan,” kata Bert Paterson, Presiden Direktur PT Sun Life Financial Indonesia.

Selain itu, yang tak kalah penting, ialah persiapan investasi. Dalam hal ini, ia berinvestasi rumah kos-kosan. Hal lain yang perlu disisipkan adalah asuransi. Ternyata, suami dari Ibu Priyo itu adalah satu kepala keluarga dari 12% masyarakat Indonesia yang menyiapkan ekonomi masa tua (masa pensiun) melalui properti. Sementara 48% masyarakat lainnya melalui deposito dan 19% melalui asuransi. Demikian data yang disampaikan Live Long and Prosper? Retirement and Longevity Risk, seperti diberitakan Kontan.co.id, Rabu (25/06/2014).

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes