ARTIKEL PINTASAN

Sunday, June 1, 2014

Setan Itu...




Setan Itu... - Ular adalah binatang melata, berjalan dengan menggunakan seluruh tubuhnya. Tidak ada kaki. Ia memiliki bisa, sebagai alat pelindung diri. Kerap berada di tempat-tempat tersembunyi. Rumahnya, lubang ular, kerap berposisi di sudut-sudut tanah atau di lorong-lorong lembah. Ada pula yang memiliki rumah di mana ia berlindung, seperti kayu, air, dan dedaunan. Umumnya, tubuhnya licin, meski, katakanlah, tak selicin belut.
Lebih dari setengah spesies ular di dunia dapat ditemui di kawasan khatulistiwa. Umumnya berada di tempat-tempat basah, kumuh, maupun rawa-rawa atau tetumbuhan yang tak terawat. Begitulah mengapa Indonesia menjadi tempat yang banyak dihuni ular. Selain itu, juga India dan Brasil.
Di dua negara yang saya sebut di awal, Indonesia dan India, adalah negara tempat berkembangnya negara Hindu pada masa-masa kejayaan sistem percandian. Lantas mengapa ular tidak mendapat tempat yang istimewa bagi penganut Hindu? Mengapa ular tidak “hidup” di percandian? Kalaupun ada, ular hanya ada pada pernak-pernik patung yang dianggap tidak suci. Ular, sebagai simbol, tidak berada di tempat suci.
Realitas itu terus berkembang sampai ke cipta rasa karsa populis saat ini. Film-film Bollywood menampilkan realitas, bahwa ular hidup di tengah-tengah mistisisme kejahatan. Ular cobra muncul sebagai perantara tokoh protagonis, atau malah sebagai tokoh protagonis itu sendiri. Ular bisa berubah wujud, dekat dengan kejahatan, ilmu sihir, ilmu hitam, dan lainnya.
Di dalam penciptaan Perjanjian Lama, ular adalah simbol kelicikan. Ia disimbolkan sebagai setan. Ini menyiratkan bahwa setan itu tak ubahnya ular, yang sarat kelicikan.
Mitos-mitos kuno di Eropa juga muncul “setan”. Konsep setan muncul sejak ajaran Zarathusthra, abad sebelum masehi, Yunani Kuno. Setan sama halnya dengan iblis. Selalu mengusik kehidupan manusia. Ajaran ini mengarahkan manusia berbuat baik serta mengikuti ciptaan yang baik, dan mengabaikan yang jahat serta menjauhi kejahatan yang serupa “iblis”. Mitologi Yunani juga muncul iblis, Dewa Anggur. Dewa ini digambarkan sebagai sosok pemberontak hingga pada akhirnya mengalami kejatuhan.

***
Saya dan sahabat saya berbincang tentang sikap, sifat, dan perbuatan sekelompok manusia. Apa yang kami bicarakan adalah sifat-sifat jahat yang kerap dilakukan kelompok tersebut. Tentu tanpa mengabaikan pertimbangan bahwa mereka adalah manusia ciptaan Yang Kuasa. Mereka kerap menghujat orang-orang lain. Mereka kerap menghantui ketenteraman hajat hidup orang. Mereka kerap membuat keonaran.
“Kalau begitu, dalam konteks ini, apa musuh kita?” saya bertanya, ingin mendalami pendapatnya.
“Setan, Bro,” kata dia singkat, tak lama kemudian ia memberi link pernyataan perihal setan.
“Setan dalam wujud atau setan dalam arti sifat ini?” tanya saya lagi.
Ia pun menyatakan, setan dalam arti sifat. Setan, menurut salah seorang ahli tafsir Al-Quran, adalah salah satu sebutan iblis. Kata “jin” berarti janna. Artinya ialah “tersembunyi”. Sifat-sifat mereka yang perlu dimusuhi.

Sayangnya jin yang direkonstruksi ke masyarakat ialah jin yang cantik dan baik, meski memang tidak semua jin itu jahat. “Untunglah sinetron Jhini Oh Jhini sudah tak ada,” kataku bergumam.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes