ARTIKEL PINTASAN

Monday, March 17, 2014

Pulau Pari Kepulauan Seribu





Kepulauan Seribu (Foto: blogspot)
Pulau Pari, Kepulauan SeribuKepulauan Seribu seringkali jadi pilihan wisata pantai warga Ibukota Jakarta. Alasannya mudah, Kepulauan Seribu tidak jauh dari pusat Ibukota, karena memang secara administratif Kepulauan Seribu masih tergolong bagian dari Ibukota Jakarta. Aksesnya pun tidak begitu sulit.
Pengalaman ketika itu, tahun 2012, saya dan dua rekan saya, Zulfikar dan Wahid Ibrahim, berwisata ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Kami berangkat pagi-pagi sekali, sekitar pukul 06.00 WIB. Berangkat dari kosan saya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Kami menuju Muara Angke, tempat kapal-kapal penyeberangan dari Jakarta Utara ke Kepulauan Seribu. Di dermaga tersebut banyak pilihan kapal sesuai tujuan masing-masing. Misalnya, bila ingin ke Pulau Pramuka, maka carilah kapal penyebrangan khusus Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Ongkosnya tidak begitu mahal. Harga tepatnya saya lupa, seingat saya kala itu tidak lebih dari Rp20.000 per kepala. Sementara waktu yang ditempuh sekira 45 menit. Kadangkala yang paling menakutkan di dalam penyebrangan itu adalah hujan deras. Hujan bisa menyebabkan kapal tidak berjalan sempurna karena adanya angin kencang. “Kalau hujan deras, apalagi angin banyak, kapal terpaksa menepi. Nyari dermaga terdekat,” kata petugas kapal kala itu, saat berbincang dengan saya di dalam penyebrangan.
Setibanya di Pulau Pari, masing-masing wisatawan menuju lokasi penginapan. Kala itu kami belum memiliki penginapan. Kami memang tidak merencanakan dengan matang, kecuali persiapan tempat penginapan. Karena kami berencana menginap satu malam di Pulau Pari, kami mencari penginapan. Meski telah penuh karena momen hari libur penginapan rata-rata telah dibooking jauh-jauh hari. Beruntung, kala itu ada satu rumah penginapan yang batal digunakan oleh calon pengunjung yang telah membooking.
“Silakan. Harganya besok aja,” kata Bang Udin, pemilik rumah yang kami sewa. Dia tidak mematok tarif dengan pasti. Pasalnya, calon pengunjung yang telah membooking rumah Bang Udin batal berkunjung. Meski begitu, Bang Udin telah mendapatkan uang DP.
Di Pulau Pari, rata-rata per malam dikenai tarif Rp200.000 – Rp500.000. Bergantung kondisi dan fasilitas penginapan. Biasanya warga sekitar menyediakan rumah mereka atau sengaja membangun rumah penginapan untuk disewakan. Jadi jangan harap rumah-rumah mewah penginapan ada di Pulau Pari. Jangan anggap pula ada hotel mewah berbintang berdiri kokoh di Pulau Pari.
Biaya makan tidak terlalu mahal. Bisa dikatakan setara dengan biaya makan sehari-hari di Ibukota Jakarta. Menu khas Pulau Pariadalah menu-menu seafood, seperti udang, kepiting, dan ikan-ikan laut. Harganya sesuai dengan harga seafood di Ibukota pada umumnya. Ikan-ikan yang tersedia, kala kami memesan makanan seafood, masih terbilang segar. Jadi, apabila gemar makan seafood segar, layaknya minta kepada penjual seafood agar diberi ikan yang segar.
Di salah satu wilayah pantai Pulau Pari sering dijadikan pusat keramaian. Wisatawan sering menjadikan tempat itu sebagai tempat berbaque atau bakar ikan dan sejenisnya. Saya lupa nama pantai tersebut. Yang jelas, pasir pantai itu cukup menarik untuk dijadikan tempat bermain serta tempat mandi dan renang. Bahkan, saya dan Zulfikar sempat mencari kepting-kepiting kecil. Meski sulit, kami mampu mendapat beberapa kepiting. Selanjutnya kepiting tangkapan itu kami rebus. Hm, rasanya memang nikmat memakan hasil tangkapan sendiri.
Esoknya kami pulang, menuju Ibukota Jakarta. Penyebrangan pun tidak mudah. Tidak setiap waktu ada kapal yang berangkat ke Muara Angke. Hanya pada jam-jam tertentu. Mungkin bagi yang memiliki biaya lebih bisa menyewa kapal untuk menyebrang. “Ada yang disewain untuk menyebrang di sini. Ongkosnya sekitar Rp400.000 sampai Rp700.000,” kata Bang Udin, yang menanti kami pulang, di salah satu warung di dermaga Pulau Pari.

Catatan: Mohon maaf, sebelumnya catatan ini tertulis "Pulau Tidung". Berdasarkan pengalaman sebenarnya, pulau yang dimaksud ialah Pulau Pari. Terima kasih dan mohon maaf atas kesalahan redaksional ini.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes