Kepulauan Seribu (Foto: blogspot) |
Pulau Pari, Kepulauan Seribu - Kepulauan Seribu seringkali jadi
pilihan wisata pantai warga Ibukota Jakarta. Alasannya mudah, Kepulauan Seribu
tidak jauh dari pusat Ibukota, karena memang secara administratif Kepulauan
Seribu masih tergolong bagian dari Ibukota Jakarta. Aksesnya pun tidak begitu
sulit.
Pengalaman ketika itu, tahun 2012,
saya dan dua rekan saya, Zulfikar dan Wahid Ibrahim, berwisata ke Pulau Pari,
Kepulauan Seribu. Kami berangkat pagi-pagi sekali, sekitar pukul 06.00 WIB.
Berangkat dari kosan saya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Kami menuju Muara
Angke, tempat kapal-kapal penyeberangan dari Jakarta Utara ke Kepulauan Seribu.
Di dermaga tersebut banyak pilihan kapal sesuai tujuan masing-masing. Misalnya,
bila ingin ke Pulau Pramuka, maka carilah kapal penyebrangan khusus Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu.
Ongkosnya tidak begitu mahal. Harga
tepatnya saya lupa, seingat saya kala itu tidak lebih dari Rp20.000 per kepala.
Sementara waktu yang ditempuh sekira 45 menit. Kadangkala yang paling menakutkan
di dalam penyebrangan itu adalah hujan deras. Hujan bisa menyebabkan kapal
tidak berjalan sempurna karena adanya angin kencang. “Kalau hujan deras,
apalagi angin banyak, kapal terpaksa menepi. Nyari dermaga terdekat,” kata
petugas kapal kala itu, saat berbincang dengan saya di dalam penyebrangan.
Setibanya di Pulau Pari,
masing-masing wisatawan menuju lokasi penginapan. Kala itu kami belum memiliki
penginapan. Kami memang tidak merencanakan dengan matang, kecuali persiapan
tempat penginapan. Karena kami berencana menginap satu malam di Pulau Pari,
kami mencari penginapan. Meski telah penuh karena momen hari libur penginapan
rata-rata telah dibooking jauh-jauh hari. Beruntung, kala itu ada satu rumah
penginapan yang batal digunakan oleh calon pengunjung yang telah membooking.
“Silakan. Harganya besok aja,” kata
Bang Udin, pemilik rumah yang kami sewa. Dia tidak mematok tarif dengan pasti.
Pasalnya, calon pengunjung yang telah membooking rumah Bang Udin batal
berkunjung. Meski begitu, Bang Udin telah mendapatkan uang DP.
Di Pulau Pari, rata-rata per
malam dikenai tarif Rp200.000 – Rp500.000. Bergantung kondisi dan fasilitas
penginapan. Biasanya warga sekitar menyediakan rumah mereka atau sengaja
membangun rumah penginapan untuk disewakan. Jadi jangan harap rumah-rumah mewah
penginapan ada di Pulau Pari. Jangan anggap pula ada hotel mewah berbintang
berdiri kokoh di Pulau Pari.
Biaya makan tidak terlalu mahal.
Bisa dikatakan setara dengan biaya makan sehari-hari di Ibukota Jakarta. Menu
khas Pulau Pariadalah menu-menu seafood, seperti udang, kepiting, dan
ikan-ikan laut. Harganya sesuai dengan harga seafood di Ibukota pada umumnya.
Ikan-ikan yang tersedia, kala kami memesan makanan seafood, masih terbilang
segar. Jadi, apabila gemar makan seafood segar, layaknya minta kepada penjual
seafood agar diberi ikan yang segar.
Di salah satu wilayah pantai Pulau
Pari sering dijadikan pusat keramaian. Wisatawan sering menjadikan tempat itu
sebagai tempat berbaque atau bakar ikan dan sejenisnya. Saya lupa nama pantai
tersebut. Yang jelas, pasir pantai itu cukup menarik untuk dijadikan tempat
bermain serta tempat mandi dan renang. Bahkan, saya dan Zulfikar sempat mencari
kepting-kepiting kecil. Meski sulit, kami mampu mendapat beberapa kepiting.
Selanjutnya kepiting tangkapan itu kami rebus. Hm, rasanya memang nikmat
memakan hasil tangkapan sendiri.
Esoknya kami pulang, menuju Ibukota
Jakarta. Penyebrangan pun tidak mudah. Tidak setiap waktu ada kapal yang
berangkat ke Muara Angke. Hanya pada jam-jam tertentu. Mungkin bagi yang
memiliki biaya lebih bisa menyewa kapal untuk menyebrang. “Ada yang disewain
untuk menyebrang di sini. Ongkosnya sekitar Rp400.000 sampai Rp700.000,” kata
Bang Udin, yang menanti kami pulang, di salah satu warung di dermaga Pulau Pari.
Catatan: Mohon maaf, sebelumnya catatan ini tertulis "Pulau Tidung". Berdasarkan pengalaman sebenarnya, pulau yang dimaksud ialah Pulau Pari. Terima kasih dan mohon maaf atas kesalahan redaksional ini.
Catatan: Mohon maaf, sebelumnya catatan ini tertulis "Pulau Tidung". Berdasarkan pengalaman sebenarnya, pulau yang dimaksud ialah Pulau Pari. Terima kasih dan mohon maaf atas kesalahan redaksional ini.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.