ilustrasi (foto: blogspot) |
Mengenang - Gubernur Joko Widodo baru saja
dideklarasikan sebagai calon presiden dari partainya, partai trah keluarga
Soekarno. Malam harinya, setelah pendeklarasian Jokowi pada sore harinya, saya
bilang, seperti opini sebagian orang lainnya juga, ke teman saya, Daniel Pay,
aktivis, “Jokowi akan sama seperti Presiden sekarang, SBY.” Ingat kan bahwa
kala itu SBY digadang-gadang sebagai capres terpopuler karena seorang militer
nan tampan.
Itu hanya sebuah perbincangan
kenangan, di antara dua hal yang mirip. Mengenang masa lalu atas adanya
fenomena atau kemunculan hal yang mirip. Kita akan mengenang banyak hal saat
muncul kemiripan. Seseorang mungkin akan terkenang masa-masa kejayaannya ketika
dirinya tengah membicarakan masa-masa kejayaan orang lain. Seseorang akan
terkenang tragedi pembunuhan sadis di Bandung, alm Yovie, ketika muncul
pembunuhan baru yang mirip. Seseorang akan terkenang tragedi pembunuhan
bersejarah, pembunuhan massal, tahun 60-an, ketika muncul tokoh yang terkait
dengan pembunuhan tersebut.
Dalam suatu kesempatan, belum lama
ini, saya menemui seorang lelaki yang getol merebut pacar saya. Saya ingin
mengetahui banyak hal dan konfirmasi banyak hal atas apa yang dia nyatakan
kepada pacar saya ketika itu. Termasuk salah satunya, apakah kelak dia mampu memperistri
pacar saya, yang kini sudah tidak pacar saya karena kegetolan dia
memperebutkan. “Apa kau bisa?” aku bertanya, ketika itu kami berbincang di
rumahnya, Dago Pakar. “Saya tidak yakin. Tidak yakinnya, apa mungkin dia bisa
melupakan kenangan-kenangan hubungan kalian? Itu kan gak mudah ya,” kata lelaki
bernama Riziq Hamama itu. “Tentu, karena kalau mau gak terkenang, kan ini soal memori,
ya jadi gila atau mati barulah gak terkenang,” begitu cetusku, yang ternyata
diam-diam dia merekam pembicaraan kami, suatu tindakan yang tidak etis, merekam
tanpa meminta izin.
Suatu kesempatan saya melihat
Goenawan Muhamad, setelah konser Eros Djarot di JCC. Kebetulan, kala itu berita
Denny JA masih terbilang hangat-hangatnya atas rencana penerbitan buku 23
penyair. Bermaksud menyapa dan mendapatkan quote berita, saya sapa seorang
bapak dua anak itu. “Mas, mau bincang soal Denny JA,” kata saya. “Yang mana?” dia
bertanya. “Soal penerbitan buku dan proyekan-proyekan dia,” jawab saya. “Soal
itu ada di internet, silakan Anda baca dan kutip dari situ. Saya tidak mau
mengulang-ngulang (enggan mengenang),” kata dia menimpali.
Begitulah nukilan bagian-bagian
tentang kenangan. Selalu ada kenangan mengalir di dalam pikiran, entah itu
kenangan pribadi, kenangan bersama, kenangan penting di tengah masyarakat
(sejarah), kenangan baik, kenangan buruk, kenangan romantis, kenangan kasar, kenangan fantastis, hingga kenangan amoral. Ada yang takut, ada yang menjadikan hikmah, ada yang
kritis, ada pula yang terlena.
Bagi mereka yang bijak, kenangan
akan menjadi hikmah tersendiri, dengan cara pikir positifisme, apa yang baik
diambil dan apa yang tidak baik dicampakkan. Bagi mereka yang teliti akan
menjadikan kenangan sebagai bahan reflektif untuk melangkah. Sementara bagi
mereka terganggu kejiwaannya, kenangan akan menjadi sebuah momok atau sesuatu
yang menakutkan.
Suatu saat, kelak, tulisan ini pun
mungkin akan membuat saya terkenang bagaimana dan seperti apa latar penulisan
catatan ini.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.