ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, March 11, 2014

Pondok Pesantren Kaliopak, Berdakwah Sambil Berseni



 
pondok pesantren kaliopak, 2010 (foto: blogspot)
Pondok Pesantren Kaliopak - Antarrumah tangga ataupun antartetangga saling mengenal. Meski jarak memisahkan, antara rumah satu satu dengan rumah yang lainnya, sekitar 100 meter, misalnya, mereka saling mengenal. Bila berpapasan saling sapa. Bila salah seorang warga melewati salah satu rumah tetangganya, maka ia memberi sapa dengan cara aba-aba yang layak. Saat mereka naik motor, bunyi klakson menjadi penanda tersebut.
Di ujung deretan rumah warga, sebuah bangunan kecil berdiri dekat sungai Kaliopak. Bangunan itu diisi oleh para santri. Bangunannya terdiri atas satu gedung pemondokan, satu ruang aula serbaguna, dan satu gedung terbuka untuk pementasan. Sebuah pesantren berdiri sejak 2006 di sana, Pondok Pesantren Kaliopak.
Sebagian besar para santri dikenal warga. Mereka saling sapa. Jika para santri melewati warung, misalnya, maka klakson maupun salam sapa terucap.
Tidak semua santri selalu berada di pondok itu. Sebagian besar para santri merupakan mahasiswa. Ada yang kuliah di Universitas Gadjah Mada maupun di Universitas Islam Negeri (UIN). Sebagian besar mereka merupakan mahasiswa UIN. Mereka yang masih mahasiswa juga memiliki kos-kosan di dekat kampus.
Selain mahasiswa, ada pula yang telah bekerja maupun tanpa pekerjaan. “Kalau ditanya pekerjaan alumni para santri atau para santri itu sendiri, saya sulit menjawab. Apa itu definisinya saya juga belum temukan,” kata pendiri Pondok Pesantren Kaliopak, Jadul Maula, saat berbincang di beranda pemondokan, Senin (10/03) malam.
Saat ada kegiatan diskusi maupun kegiatan dadakan, Jadul Maula menjelaskan, para santri segera berkumpul, dari tempat kosan mereka di wilayah perkotaan Yogyakarta ke Pondok Pesantren Kaliopak. Dalam sepekan, diskusi diadakan 4 kali, dengan beragam tema dan spesifikasi. Tiga di antaranya merupakan diskusi kajian-kajian ke-Islaman. Sementara satu lagi merupakan salawatan. “Umumnya di sini mengkaji seni. Penelahaan Islam dengan pendekatan seni. Salawat itu misalnya, adalah satu jenis salawatan yang sudah lama ditinggalakan masyarakat Jawa di sini. Salawat yang menggunakan bahasa Jawa kuno,” kata Jadul Maula.
Penelaahan fiqih dan akidah di sini, Jadul Maula memeparkan, hanya sekadarnya. Sekadarnya itu berarti tidak begitu mendalam. Alasannya, keduanya merupakan tindak lanjut dari aktualisasi para santri, agar para santri mampu mengembangkan diri sendiri. “Pembahasannya pun tidak merujuk pada satu mazhab,” ucap Jadul Maula.
Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak ini menekankan, penemuan siapa diri manusia itu sesungguhnya dan memahami Tuhannya merupakan cara yang perlu diutamakan kepada para santri. Saat mengomentari bagaimana salah satu partai Islam berdakwah, misalnya, Jadul Maula menyatakan bahwa dakwah yang benar di dalam agama adalah dakwah yang mengarahkan umatnya kepada agama.
“Dakwah mereka mengarahkan untuk ke partai. Tidak pernah ada ajaran Islam menyatakan dakwah diarahkan ke partai. Hadist yang menyinggung politik ada. Itu tentang bagaimana memilih pemimpin yang baik. Kalau partai tidak ada,” kata Jadul Maula menjelaskan.
Dengan tuturnya yang bersahaja, kadang ucapannya tidak begitu jelas, dan pandangannya yang merendah, Jadul Maula masih menyimpan asa Pondok Pesantren Kaliopak terus berdiri sampai akhir hayatnya. Meski bangunannya tampak seperti tidak terurus dan satu sisi mengalami roboh.

“Dalam sejarah Islam nusantara dulu kan Sunan itu menyiarkan Islam dengan pendekatan seni. Makanya di sini coba kembali menelaah itu. Kami juga belajar sambil berjalan, bahasa Inggrisnya learning by doing. Kayak pementasan wayang, tiga malam suntuk, yang kami adakan dua tahun sekali, mudah-mudah 2015 nanti bisa mentas lebih dari tiga tempat,” kata pria beristri perempuan asal Cirebon ini.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes