ilustrasi (foto: blogspot) |
Pencari Nafkah dari Sungai - Bagio, salah
seorang warga Klenggotan, Piyungan, Yogyakarta, saban hari berendam di sungai.
Ia tidak bermaksud bermain-main air. Tidak pula bermaksud
bermain-main kesenangan berenang. Sejak pagi, sekira pukul 09.00 WIB – 11.00
WIB, ia sudah berada di tepi sungai Kaliopak.
Di tepian sungai
ia sengaja membuat semacam sampan yang terbuat dari papan dan ban mobil.
Berukuran 1,5 x 1,5 meter. Sampan itu diikat ke pohon di tepi sungai agar tidak
hanyut. Di tengah sampan terdapat serokan dari kaleng, sepertinya serokan dari
kaleng biskuit.
Bagio akan masuk
ke sungai Kaliopak sambil menggiring sampan. Di tengah sungai, ia mengikat
sampan itu dengan bantuan kayu panjang yang ia tancapkan ke dalam sungai.
Setelah aman, kira-kira tidak terbawa arus, ia akan melaksanakan tugas intinya.
Bagio menyerok
pasir dari dalam sungai, tampak kedalaman sungai itu menutupi tubuhnya hingga
nyaris sebahu. Sekali serok, pasir tergayung. Sekali serok lagi, pasir
tergayung lagi. Sampan tadi menjadi wadah pasir-pasir yang diserok. Begitu
seterusnya hingga sampan penuh oleh pasir sungai Kaliopak. Bila penuh, ia
menggiring sampan ke tepian sungai untuk dipindahkan ke daratan.
Pekerjaan itu ia
geluti saban hari, meski kadang ia meliburkan diri barang sehari atau dua hari.
Kadang, ia meliburkan kala pembeli pasirnya tidak ada. “Kadang ada yang beli.
Kadang ya gak ada. Kalau gak ada ya gini-gini ajalah. Segini bisanya nyari
rezeki,” kata lelaki yang berumah di sebelah Pondok Pesantren Kaliopak itu.
Bapak tiga anak
ini menjelaskan, pasir-pasir tersebut akan dijual seharga Rp100.000 – Rp140.000
per truk. “Seminggu paling sekali truk datang. Kadang malah seminggu itu gak
ada,” kata lelaki yang kerap bertandang ke Pondok Pesantren Kaliopak kala malam
hari itu.
Bagio adalah
salah satu dari sekian warga Klenggotan yang bermatapencaharian dari sungai
Kaliopak. Di sepanjang sungai Kaliopak di Klenggotan pemandangan pencari nafkah
seperti itu berjajar.
Bagio dan yang
lainnya tidak bisa berbuat lebih kecuali berserah pada kemampuannya sendiri. Mereka
adalah potret Indonesia masa kini.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.