ilustrasi/karikatur Barcelona (blogspot) |
Tetapi,
statistik tersebut bukan statistik antartim paus dan kecebong. Statistik itu
tersaji dalam pertandingan Barcelona melawan Milan. Tentu sangat mengejutkan
jika materi pemain kedua klub dibandingkan, yang ternyata tidak jauh berbeda
kelasnya. Di klan penyerangan Barca ada Messi, di tengah ada Iniesta, dan di
belakang ada Pique. Sementara di klan penyerangan Milan ada Balotelli, di
tengah ada Kaka, di belakang ada Mexes.
Komentator di
saluran televisi Indonesia kaget menyaksikan statistik tersebut. Seakan komentator
itu lupa karakter permainan klub kebanggan masyarakat pinggiran Spanyol,
Catalan. “Kalau kita tutup papan nama, statistik ini menunjukkan hasil
permainan antara klub papan atas dan papan bawah,” ucapnya, Kamis (07/11/2013).
Klub yang telah
lama bekerja sama dengan UNICEF itu dikenal karena karakter permainannya,
tiki-taka. Penguasaan bola jadi prioritas. Dengan penguasaan bola, peluang akan
tercipta lebih banyak. Meminjam pernyataan Sindhunata, pernyataan cara
permainan akan diikuti hasil itu diungkap melalui “mitos Pele”, bahwa permainan
ciamik tidak harus berakhir dengan kekalahan.
Bagi Barca, cara
bermain adalah hal yang utama. Hasil pasti akan mengiringi cara permainan. Seumpama
perjalanan, cara menuju tempat tujuan adalah hal yang paling utama dipikirkan. Sampai
di tempat tujuan hanyalah hasil.
Sistem adalah
cara. Bagi Barca, sistem harus menjadi prioritas klub. Pola paham Barca ini
dicanangkan oleh Johann Cruyff, sejak ia menginjakkan kaki untuk klub
merah-biru-kuning.
Pada perhelatan
final liga Champions 1972, tersaji bentrok antara dua klub raksasa pada masa
itu, penguasa liga domestik masing-masing. Ajax Amsterdam, penguasa liga
Belanda, dan Inter Milan, penguasa liga Italia. Ajax mampu menunjukkan
permainan menawan, berseni, berteknik tinggi, dan kemampuan kolektivitas yang
tinggi pula. Hasilnya, Ajax mampu meraih trofi bergengsi di ranah Eropa itu.
Kala itu sosok
yang paling dielu-elukan adalah Johann Cruyff, yang sedang menjadi artis lapangan
hijau. Publik sepak bola seakan terpuaskan akan permainan Johann Cruyff setelah
sinar Pele redup. Bagi Johann kala itu, pelatih adalah sahabatnya. Baginya,
sang pelatih Ajaxlah yang patut diacungi jempol. Orang yang dimaksud Johann
ialah Rinus Michels. Di bawah asuhan Rinus, Ajax menganut cara permainan total-football.
Cara itu
kemudian diadaptasi ke dalam tim nasional Belanda. Kini, total-football lebih
dikenal sebagai karakter permainan tim nasional Belanda, bukan Ajax. Sama halnya
seperti permainan tiki-taka Barcelona, sebagai karakter permainan tim nasional Spanyol.
Begitulah Barcelona, mengajarkan kepada penontonnya untuk berpikir mengutamakan "yang penting caranya" dalam mencapai sesuatu.
Begitulah Barcelona, mengajarkan kepada penontonnya untuk berpikir mengutamakan "yang penting caranya" dalam mencapai sesuatu.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.