ARTIKEL PINTASAN

Saturday, November 9, 2013

Yang Penting Caranya




ilustrasi/karikatur Barcelona (blogspot)
Statistik penguasaan bola pada jeda rehat paruh pertama penguasaan bola tim tuan rumah unggul jauh dibanding tim tamu. 70 berbanding 30. Wajar apabila tim tuan rumah itu sekelas Barcelona, sementara tim tamu hanyalah tim pentil (tim anyar di kompetisi).
Tetapi, statistik tersebut bukan statistik antartim paus dan kecebong. Statistik itu tersaji dalam pertandingan Barcelona melawan Milan. Tentu sangat mengejutkan jika materi pemain kedua klub dibandingkan, yang ternyata tidak jauh berbeda kelasnya. Di klan penyerangan Barca ada Messi, di tengah ada Iniesta, dan di belakang ada Pique. Sementara di klan penyerangan Milan ada Balotelli, di tengah ada Kaka, di belakang ada Mexes.
Komentator di saluran televisi Indonesia kaget menyaksikan statistik tersebut. Seakan komentator itu lupa karakter permainan klub kebanggan masyarakat pinggiran Spanyol, Catalan. “Kalau kita tutup papan nama, statistik ini menunjukkan hasil permainan antara klub papan atas dan papan bawah,” ucapnya, Kamis (07/11/2013).
Klub yang telah lama bekerja sama dengan UNICEF itu dikenal karena karakter permainannya, tiki-taka. Penguasaan bola jadi prioritas. Dengan penguasaan bola, peluang akan tercipta lebih banyak. Meminjam pernyataan Sindhunata, pernyataan cara permainan akan diikuti hasil itu diungkap melalui “mitos Pele”, bahwa permainan ciamik tidak harus berakhir dengan kekalahan.
Bagi Barca, cara bermain adalah hal yang utama. Hasil pasti akan mengiringi cara permainan. Seumpama perjalanan, cara menuju tempat tujuan adalah hal yang paling utama dipikirkan. Sampai di tempat tujuan hanyalah hasil.
Sistem adalah cara. Bagi Barca, sistem harus menjadi prioritas klub. Pola paham Barca ini dicanangkan oleh Johann Cruyff, sejak ia menginjakkan kaki untuk klub merah-biru-kuning.
Pada perhelatan final liga Champions 1972, tersaji bentrok antara dua klub raksasa pada masa itu, penguasa liga domestik masing-masing. Ajax Amsterdam, penguasa liga Belanda, dan Inter Milan, penguasa liga Italia. Ajax mampu menunjukkan permainan menawan, berseni, berteknik tinggi, dan kemampuan kolektivitas yang tinggi pula. Hasilnya, Ajax mampu meraih trofi bergengsi di ranah Eropa itu.
Kala itu sosok yang paling dielu-elukan adalah Johann Cruyff, yang sedang menjadi artis lapangan hijau. Publik sepak bola seakan terpuaskan akan permainan Johann Cruyff setelah sinar Pele redup. Bagi Johann kala itu, pelatih adalah sahabatnya. Baginya, sang pelatih Ajaxlah yang patut diacungi jempol. Orang yang dimaksud Johann ialah Rinus Michels. Di bawah asuhan Rinus, Ajax menganut cara permainan total-football.
Cara itu kemudian diadaptasi ke dalam tim nasional Belanda. Kini, total-football lebih dikenal sebagai karakter permainan tim nasional Belanda, bukan Ajax. Sama halnya seperti permainan tiki-taka Barcelona, sebagai karakter permainan tim nasional Spanyol.
Begitulah Barcelona, mengajarkan kepada penontonnya untuk berpikir mengutamakan "yang penting caranya" dalam mencapai sesuatu.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes