ilustrasi kemiskinan (blogspot) |
Negara ini masih
banyak dihuni oleh manusia-manusia korban kekuasaan. Betapa tidak, pendapatan
masyarakat belum merata karena pembagian sumber daya alam masih belum merata, meski
pemerataan sumber daya alam dinyatakan sebagaian pihak merupakan suatu bentuk
utopis.
Cara pandang itu
tiba-tiba muncul di pikiran saya ketika melihat realitas kecil di salah satu
daerah Garut, Jawa Barat. Minggu (10/11/2013), saya melihat bagaimana
kemiskinan kronis menjadi hal yang lumrah di Desa Sindangsari, Kecamatan
Leuwigoong, Garut.
Sebut saja Dina,
perempuan asli desa setempat, yang saya kunjungi rumahnya. Dia anak terakhir
dari empat bersaudara. Dia baru saja menyelesaikan sekolahnya, SMA, tahun ini.
Orangtuanya hanyalah buruh tani. “Bapak bekerja di sawah. Bukan sawah sendiri,
karena kami punya tanah cuma tanah rumah ini,” tuturnya Dian.
Rumahnya hanya
terdiri dari pelepah. Lantainya bukan lantai tehel. Ukuran rumahnya pun hanya
berukuran 5 x 8 meter. Pengeluaran keluarga Dian, setelah dihitung, sesuai
hasil wawancara, tidak lebih dari Rp3.000.000, akumulasi dari keseluruhan
anggota keluarga. Sementara pengeluarannya di kisaran Rp3.000.000
Ketika saya
berada di dalam rumahnya, seorang tetangga Dina melintas. Jalannya
tertatih-tatih. Ternyata dia terkena penyakit kaki gajah.
Coba bayangkan, pemerintah Garut telah
menetapkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Rp965.000. Lain lagi dengan pendapat
pemerintah, melalui Menkokesra, tengah tahun 2013, menegaskan bahwa pendapatan
per kapita Indonesia sebesar Rp37 juta per tahun. Itu artinya, penghasilan
masyarakat Indonesia mampu mencapai Rp3 juta per bulan. Bahkan Presiden SBY
lebih optimis. "Pendapatan per kapita Indonesia meningkat signifikan.
Akhir 2014, pendapatan per kapita akan mendekati 5000 dolar AS," papar SBY
dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-68,
Jumat (16/7/2013), seperti ditayang di Republika
Online.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.