Vladimir Putin (Foto: Blogspot) |
Sikap
Sadap-menyadap - Gonjang-ganjing penyadapan Australia di
Indonesia kian ramai. Kedua belah pihak sibuk menyibak luka dan sikap
masing-masing. Pemerintah kita sibuk meminta penjelasan Pemerintahan Negeri
Kanguru itu, melalui PM Tony Abbott. Di pihak Australia, mereka enggan
memberikan penjelasan secara resmi. Jadilah keduanya bak dua anak sungai, yang
bermuara pada satu tempat.
Mengapa bak dua anak sungai, yang satu
hulu kemudian kembali menyatu di lautan? Saya pandang demikian karena keduanya
dikenal sebagai negara yang negara dengan Paman Sam, Amerika Serikat. Jadi,
pada akhirnya akan menyatu juga. Berbeda cerita jika Indonesia mendekatkan diri
dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin. Muaranya akan sulit ditebak.
Lantas, siapa Vladimir? Vladimir hanya
seorang pemimpin negara bekas superpower Uni Sovyet. Apa latar belakangnya? Dia
bekas seorang intelijen, yang kemudian menjadi pemimpin negara tersebut.
Bapak dua anak itu secara resmi menjabat
Presiden pada 2000 setelah melepaskan jabatan perdana menteri. Dirinya
menggantikan Boris Yeltsin, yang mengundurkan diri. Setelah meraih 52 persen
lebih pemilih, dirinya ditahbiskan menjadi Presiden Rusia pada 7 Mei 2000.
Semasa jabatannya, hubungan Rusia dengan
banyak negara menjadi baik. Sebelumnya, hubungan Rusia dengan negara-negara
besar seperti AS, China, dan negara-negara Amerika Latin tidak berjalan baik.
Pasalnya, pasca-keruntuhan Federasi Uni Sovyet, Desember 1991, hubungan Rusia
dengan negara-negara tersebut berjalan tidak baik.
Pria kelahiran 7 Oktober 1952, St
Petersburg, itu kini memimpin Rusia dengan kemampuannya sebagai intelijen. Sebelum
menjabat negara komunis terbesar dalam sejarah itu, pria kristen ortodoks itu
berkarier di keintelijenan Uni Sovyet, 1975-1990, kala Rusia masih bersatu
dengan negara-negara bagian selatan dan bagian barat sebagai negara Uni Sovyet.
Dalam beberapa sikap internasional,
Vladimir Putin berani mengambil sikap yang berbeda dengan Amerika Serikat. Di
antaranya, yang belakangan terjadi, adalah perang Suriah dan pembocoran
informasi sadap-menyadap oleh Edward Snowden. Sikap internasional Putin pada
perang Suriah tidak sepenuhnya mendukung sikap Amerika Serikat. Begitu pula
dengan sikapnya terhadap Edward Snowden, yang memberi suaka kepada buronan
Amerika Serikat itu.
Beranikah Indonesia mendekati Rusia
dalam sikap sadap-menyadap ini? Beranikah pemerintah Indonesia belajar dari
Vladimir Putin?
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.