ilustrasi (blogspot) |
Perempuan Urban dan Jakarta Biennale 2013 - Perempuan itu
sendiri. Berpakaian putih. Bertas cokelat, dan menggunakan rok berwarna hitam.
Rambutnya pendek, tidak lebih atau tidak terkena bahunya. Dia sangat teliti
memahami tiap-tiap objek pertunjukan.
Pada karya seni
Fiona Tan, misalnya, lewat televisi flat yang terletak di lantai, dia rela
mengelilingi televisi demi mencari celah penglihatan yang tepat. Ternyata
benar, menyaksikan video karya Fiona tidaklah mudah. Setalah dia pergi
meninggalkan arena pertunjukan televisi flat di lantai itu, saya coba menjadi
dirinya. Menyaksikan karya Fiona dengan seksama. Fiona seakan mengajak kita
untuk melihat realitas dengan logika terbalik dan dengan cara terbalik.
Realitas bukanlah realitas sesuai apa yang kita inderawi selama ini. Tidak semudah
itu. Di dalam video tersebut, bayangan justru menjadi objek yang normal,
berdiri tegak. Sementara tubuh manusia disorot terbalik.
Wah, ternyata
perempuan itu masuk ke suatu ruang. Di dalam, dia mengangkat tangannya sambil
mengikuti gerak cahaya bulat berwarna di depannya lewat sebuah layar televisi.
Seakan olahraga.
Selanjutnya dia
memerhatika foto-foto karya fotografer anak bangsa dan fotografer luar negeri.
Tidak seperti pengunjung biasa, hanya melihat sepintas lalu meninggalkan
foto-foto tersebut. Bukan seperti itu. Geraknya seakan tak ingin meninggalkan
begitu saja objek-objek foto.
Saya pun ikut
memerhatikan foto-foto yang baru saja disaksikannya. Terdapat anak-anak
penghuni rumah susun, objek-objek perempuan tanpa benang di tubuh dengan
rangkaian keanehan, dan objek-objek benda-benda yang terbilang unik. Foto-foto
itu menunjukkan perkembangan seni kontemperer terjebak pada keindahan tubuh
perempuan, yang cenderung eksploitatif terhadap perempuan.
Berikutnya saya
melangkah mendekati sudut ruangan. Dekat sudut terdapat meja dan kursi yang
dipermak sedemikian rupa. Meja dicorat-coret. Laci meja diisi buku anak-anak.
Ukuran kursi terbilang kecil. Ada sekitar delapan meja dan kursi dipajang,
dengan sebuah papan tulis. Mengingatkan kita pada masa kanak-kanak. Di sisi
lainnya, ada sekumpulan buku tentang anak-anak dan ada foto anak-anak Indonesia
bagian timur.
Sesampainya di
sudut, terdapat karya instalasi kabel. Kabel dirangkai sedemikian rupa,
membentuk sudut enam sisi. Di tengahnya terdapat komponen yang menjadi pusat
kabel-kabel tadi. Dan di sebelahnya terdapat karya seni yang menunjukkan lorong
perkotaan. Saya teringat pada karya rekan saya, Jejen Jailani. Jejen, pada
suatu pameran di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Jawa Barat,
menampilkan karya instalasi jalan raya di perkotaan.
Begitu saya meninggalkan sudut tersebut, saya
bertemu dengan perempuan tadi. Tidak berpapasan. Tetapi kini lebih dekat. Lagi
lagi dia menyaksikan objek seni dengan seksama. Sudahlah, saya tinggalakan saja
perempuan itu. Saya pergi ke arena pertunjukan lainnya, lalu keluar dari
basement (ruang parkir bawah tanah), Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta
Pusat. Begitu sekilas langkah di pertunjukan Jakarta Biennale 2013.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.