ARTIKEL PINTASAN

Saturday, November 16, 2013

Perempuan Urban dan Jakarta Biennale 2013




ilustrasi (blogspot)
Perempuan Urban dan Jakarta Biennale 2013 - Perempuan itu sendiri. Berpakaian putih. Bertas cokelat, dan menggunakan rok berwarna hitam. Rambutnya pendek, tidak lebih atau tidak terkena bahunya. Dia sangat teliti memahami tiap-tiap objek pertunjukan.
Pada karya seni Fiona Tan, misalnya, lewat televisi flat yang terletak di lantai, dia rela mengelilingi televisi demi mencari celah penglihatan yang tepat. Ternyata benar, menyaksikan video karya Fiona tidaklah mudah. Setalah dia pergi meninggalkan arena pertunjukan televisi flat di lantai itu, saya coba menjadi dirinya. Menyaksikan karya Fiona dengan seksama. Fiona seakan mengajak kita untuk melihat realitas dengan logika terbalik dan dengan cara terbalik. Realitas bukanlah realitas sesuai apa yang kita inderawi selama ini. Tidak semudah itu. Di dalam video tersebut, bayangan justru menjadi objek yang normal, berdiri tegak. Sementara tubuh manusia disorot terbalik.
Wah, ternyata perempuan itu masuk ke suatu ruang. Di dalam, dia mengangkat tangannya sambil mengikuti gerak cahaya bulat berwarna di depannya lewat sebuah layar televisi. Seakan olahraga.
Selanjutnya dia memerhatika foto-foto karya fotografer anak bangsa dan fotografer luar negeri. Tidak seperti pengunjung biasa, hanya melihat sepintas lalu meninggalkan foto-foto tersebut. Bukan seperti itu. Geraknya seakan tak ingin meninggalkan begitu saja objek-objek foto.
Saya pun ikut memerhatikan foto-foto yang baru saja disaksikannya. Terdapat anak-anak penghuni rumah susun, objek-objek perempuan tanpa benang di tubuh dengan rangkaian keanehan, dan objek-objek benda-benda yang terbilang unik. Foto-foto itu menunjukkan perkembangan seni kontemperer terjebak pada keindahan tubuh perempuan, yang cenderung eksploitatif terhadap perempuan.
Berikutnya saya melangkah mendekati sudut ruangan. Dekat sudut terdapat meja dan kursi yang dipermak sedemikian rupa. Meja dicorat-coret. Laci meja diisi buku anak-anak. Ukuran kursi terbilang kecil. Ada sekitar delapan meja dan kursi dipajang, dengan sebuah papan tulis. Mengingatkan kita pada masa kanak-kanak. Di sisi lainnya, ada sekumpulan buku tentang anak-anak dan ada foto anak-anak Indonesia bagian timur.
Sesampainya di sudut, terdapat karya instalasi kabel. Kabel dirangkai sedemikian rupa, membentuk sudut enam sisi. Di tengahnya terdapat komponen yang menjadi pusat kabel-kabel tadi. Dan di sebelahnya terdapat karya seni yang menunjukkan lorong perkotaan. Saya teringat pada karya rekan saya, Jejen Jailani. Jejen, pada suatu pameran di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, Jawa Barat, menampilkan karya instalasi jalan raya di perkotaan.
Begitu saya meninggalkan sudut tersebut, saya bertemu dengan perempuan tadi. Tidak berpapasan. Tetapi kini lebih dekat. Lagi lagi dia menyaksikan objek seni dengan seksama. Sudahlah, saya tinggalakan saja perempuan itu. Saya pergi ke arena pertunjukan lainnya, lalu keluar dari basement (ruang parkir bawah tanah), Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Begitu sekilas langkah di pertunjukan Jakarta Biennale 2013.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes