ilustrasi (blogspot) |
Menulis untuk
Media Online - Perkara menulis
bukan sebatas penuangan ide sebebas-bebasnya. Apa jadinya bila kita menulis
panjang dengan banyak ide dan gagasan bagus kalau toh pada akhirnya tulisan itu tidak dibaca orang lain. Yang terjadi
adalah ketidakbergunaan ide dan gagasan tersebut. Begitu kira-kira dasarnya
mengapa orang berlomba-lomba mencari media (tulisan) mainstream. Begitulah mengapa pada akhirnya menulis untuk media online sangat bergantung pada search
engine (penelusur) seperti Google.
Coba bayangkan
betapa kompetitifnya orang menulis untuk media cetak semacam Kompas. Di pergaulan akademisi,
peneliti, wartawan, guru, politisi, dan sebagainya, berkompetisi untuk mengisi
kolom opini Kompas, masih ramai
hingga belakangan ini. Padahal, banyak media sejenis lainnya yang bisa saja
memberi ruang yang sama, bahkan lebih luas. Banyak pula media lainnya yang bisa
memberi honor tulisan lebih dari honor Kompas.
Jawabnya, Kompas merupakan
satu-satunya koran beroplah ratusan ribu. Jumlah oplah itu otomatis berdampak
pada jumlah pembacanya.
Lantas, bila
kita menulis untuk media online
apakah tidak berpikir hal yang sama? Tentu, kita berupaya bagaimana tulisan
kita banyak yang mengeklik. Indikator kepembacaan di media online tidak lain ialah pengeklik. Persoalannya, daya tarik pembaca
media cetak berbeda dengan daya tarik pembaca media online. Komponen media online
pun berbeda dengan media cetak. Dengan demikian, tulisan yang menarik di media
cetak belum tentu menarik bagi pembaca media online. Tulisan yang dimuat di Kompas
belum tentu ramah di penelusur online
(Google atau Yahoo).
Menulis untuk
media online itu kita harus
memikirkan beberapa aspek. Di antaranya aspek kepenulusuran (dapat dicari
dengan mudah oleh Google), efisiensi kata (terkait karakter pembaca), dan diksi
(pilihan kata). Di dalam dunia online
terdapat istilah “keyword”, yang berarti kata kunci untuk ditelusuri penelusur online. Sejudul artikel yang memiliki
keyword sesuai standar minimal yang diberi Google sudah barang tentu akan ramah
di penelusur. Menurut standar dunia online,
keyword di dalam artikel itu sebaiknya dibuat lebih dari dua kata dan
diletakkan pada tempat-tempat tertentu, misalnya di awal tulisan, di paragraf
tengah, dan beberapa kalimat akhir.
Menulis untuk
media online harus memikirkan
karakter pembaca dunia online. Zaman
ini masih zaman transisi, dari media cetak ke media online, sehingga dunia online
sulit diterima begitu saja serta sulit menjadi pembaca loyal (nyaman dan
berlama-lama di depan komputer untuk membaca tulisan). Pembaca online cenderung berpikir efisiensi
waktu. Pola pikir itu berdampak pula pada kebiasaan pembacanya, harus simpel,
efisien, atau to the point. Dan satu
hal yang perlu digarisbawahi adalah skala usia pengguna online. Menurut IJTI, pengguna online
terbanyak masih didominasi oleh remaja dan dewasa (17 – 35 tahun).
Sementara soal
diksi adalah soal kepemahaman pembaca dan perluasan pembaca. Misalnya, tentu
lebih mudah dipahami kata “online” dibandingkan “daring”.
Beginilah pragmatisme kita kala harus menulis
untuk media online. Bagaimana
memahami celah di dunia online agar
tulisan banyak dibaca. Tentu berbeda dengan media cetak. Persoalan yang kunjung
selesai hingga hari ini ialah masih banyaknya tulisan-tulisan di media online yang tidak sehat secara tata
bahasa. Padahal, menulis untuk media online
tidak harus melabrak tata bahasa.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.