ARTIKEL PINTASAN

Saturday, November 16, 2013

Menulis untuk Media Online




ilustrasi (blogspot)
Menulis untuk Media OnlinePerkara menulis bukan sebatas penuangan ide sebebas-bebasnya. Apa jadinya bila kita menulis panjang dengan banyak ide dan gagasan bagus kalau toh pada akhirnya tulisan itu tidak dibaca orang lain. Yang terjadi adalah ketidakbergunaan ide dan gagasan tersebut. Begitu kira-kira dasarnya mengapa orang berlomba-lomba mencari media (tulisan) mainstream. Begitulah mengapa pada akhirnya menulis untuk media online sangat bergantung pada search engine (penelusur) seperti Google.
Coba bayangkan betapa kompetitifnya orang menulis untuk media cetak semacam Kompas. Di pergaulan akademisi, peneliti, wartawan, guru, politisi, dan sebagainya, berkompetisi untuk mengisi kolom opini Kompas, masih ramai hingga belakangan ini. Padahal, banyak media sejenis lainnya yang bisa saja memberi ruang yang sama, bahkan lebih luas. Banyak pula media lainnya yang bisa memberi honor tulisan lebih dari honor Kompas. Jawabnya, Kompas merupakan satu-satunya koran beroplah ratusan ribu. Jumlah oplah itu otomatis berdampak pada jumlah pembacanya.
Lantas, bila kita menulis untuk media online apakah tidak berpikir hal yang sama? Tentu, kita berupaya bagaimana tulisan kita banyak yang mengeklik. Indikator kepembacaan di media online tidak lain ialah pengeklik. Persoalannya, daya tarik pembaca media cetak berbeda dengan daya tarik pembaca media online. Komponen media online pun berbeda dengan media cetak. Dengan demikian, tulisan yang menarik di media cetak belum tentu menarik bagi pembaca media online. Tulisan yang dimuat di Kompas belum tentu ramah di penelusur online (Google atau Yahoo).
Menulis untuk media online itu kita harus memikirkan beberapa aspek. Di antaranya aspek kepenulusuran (dapat dicari dengan mudah oleh Google), efisiensi kata (terkait karakter pembaca), dan diksi (pilihan kata). Di dalam dunia online terdapat istilah “keyword”, yang berarti kata kunci untuk ditelusuri penelusur online. Sejudul artikel yang memiliki keyword sesuai standar minimal yang diberi Google sudah barang tentu akan ramah di penelusur. Menurut standar dunia online, keyword di dalam artikel itu sebaiknya dibuat lebih dari dua kata dan diletakkan pada tempat-tempat tertentu, misalnya di awal tulisan, di paragraf tengah, dan beberapa kalimat akhir.
Menulis untuk media online harus memikirkan karakter pembaca dunia online. Zaman ini masih zaman transisi, dari media cetak ke media online, sehingga dunia online sulit diterima begitu saja serta sulit menjadi pembaca loyal (nyaman dan berlama-lama di depan komputer untuk membaca tulisan). Pembaca online cenderung berpikir efisiensi waktu. Pola pikir itu berdampak pula pada kebiasaan pembacanya, harus simpel, efisien, atau to the point. Dan satu hal yang perlu digarisbawahi adalah skala usia pengguna online. Menurut IJTI, pengguna online terbanyak masih didominasi oleh remaja dan dewasa (17 – 35 tahun).
Sementara soal diksi adalah soal kepemahaman pembaca dan perluasan pembaca. Misalnya, tentu lebih mudah dipahami kata “online” dibandingkan “daring”.
Beginilah pragmatisme kita kala harus menulis untuk media online. Bagaimana memahami celah di dunia online agar tulisan banyak dibaca. Tentu berbeda dengan media cetak. Persoalan yang kunjung selesai hingga hari ini ialah masih banyaknya tulisan-tulisan di media online yang tidak sehat secara tata bahasa. Padahal, menulis untuk media online tidak harus melabrak tata bahasa.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes