ARTIKEL PINTASAN

Saturday, December 22, 2012

Refleksi Uang


Pernah dengar lagu-lagu berlirik “uang”? Jessie J, artis ternama yang belakangan digandrungi anak muda, melantukan lagu berjudul “Money Money Money”. Di Indonesia ada tokoh kontroversi Rhoma Irama, yang melantunkan lagu berjudul “Uang”. Perempuan cantik Nicky Astria juga memiliki lagu berjudul “Uang”.

Uang menjadi segala-galanya di dalam sistem kapitalisme saat ini. Maman Suherman pernah mengungkap cara pintas menjadi kaya melalui kongkalikong dengan wartawan. Intinya, sebara besar Anda sediakan uang untuk wartawan. Mengikuti tulisan Bonnie Tryana dalam ruang laman yang dibangunnya, Historia Online, Michael Sarde, seorang profesor asal kampus elite Harvard University, menjelaskan bahwa dengan uang Anda tidak perlu lagi mengantre di loket-loket karcis, tidak perlu lagi mengantre pemeriksaan di rumah sakit (RS), tidak perlu lagi mengantre pendaftaran di sekolah-sekolah. Semua itu dapat diatasi dengan seberapa banyak Anda memberi uang.

Cobalah tengok niat ikhlasnya Jay Ali Muhammad, yang juga bilang “Money Follows Fame” dalam tulisannya itu, pria asal Kota Udang yang gemar menulis puisi dan mengkritik penulis puisi. Dia pernah menulis begini:


Saya ingin punya buku banyak seperti perpustakaan pribadi Fadli Zon atau Keith Richard. Koleksi yang baik dari penulis besar seperti Marx, Ibn Taimiyah, Pramoedya Ananta Toer, bundel National Geographic, Kuntowijoyo, Imam Nawwi ada seluruhnya. lengkap. Tapi itu semua butuh uang untuk membelinya bukan?

Seberapa kuat uang membunuh niat manusiawi? Webber pernah mengutarakan, zaman modern dengan sistem kapitalisme ini merupakan zaman yang paling rasional. Dia menjelaskan, kehidupan pluralitas-universalitas ini. Kelompok A punya kemauan ini. Kelompok B punya kemauan itu. Kelompok C punya kemauan ini itu. Apabila kemauan itu terealisasi, sudah barang tentu resikonya harus bersaing, berebut, bahkan saling membunuh. Untuk meniadakan persaingan “keras” itu, harus terbatasi lewat suatu medio. Itulah yang digunakan manusia sekarang, uang.

Logikanya, kelompok yang menang tadi akan “membunuh” kelompok lainnya. Tidak sedikit manusia yang mati kelaparan akibat keserakahan manusia lainnya. Tidak sedikit manusia yang berdarah-darah akibat kekejian manusia lainnya. Tidak sedikit pula orang berutang di warung-warung makan akibat tingginya hasrat orang lainnya yang bersikap hedonisme (over konsumption). Coba tengok di warung-warung dekat pangkalan ojek, seberapa sedikit tabungan utang di sana. Seperti cerita seorang wartawan koran berlogo kepala burung sekaligus penyair asal Makassar Ichsan Amin, utang-utang di seputaran kantornya dianggap sebagai dosa. Apabila Anda membayar utang, maka Anda terlepas dari dosa.

Jauh sebelum Eyang Adam Smith mencetuskan ide liberalisme ekonomi, pola pertukaran melalui uang sudah ada. Sebelum abad pertengahan, di Timur Tengah sudah menggunakan uang. Kemudian diperkuat secara hegemonik lewat narasi akademiknya Eyang Adam Smith itu.

Turunan logika uang ialah saling membunuh. Bukan sepenuhnya politisi yang salah apabila mereka menggunakan money politic. Tidak sepenuhnya politikus itu salah apabila mereka bertindak koruptif. Mbah Karl Marx tidak menuduh ketololan Adam Smith, melainkan kritisi teori-teori kapitalisme. Menyangkal narasi-narasi liberalisme ekonomi.

Apabila kita menuduh orang-orang kapitalis, maka kita menuduh orangtua mereka. Sebab, orangtua merekalah yang membentuk kepribadian dan sistem berpikir sejak dini. Sejak kecil orangtua mendidik anaknya melalui pemanjaan uang. Balitanya menangis, misalnya, lalu uang jadi obat tangisan itu. Anak kecil yang minta ini minta itu, untuk mempermudah, acapkali diberi uang oleh orangtuanya. Apabila anak-anak seperti itu telah dewasa, maka daya semangat meraup uang (value) semakin besar. Berbeda halnya dengan narasi-narasi orang-orang yang jarang diberi uang sejak kecil oleh orangtuanya. Saat dewasa akan sulit meraup uang, dan lebih memilih pada hal-hal lainnya, kesenangan rohaniah misalnya.

Gramsci pernah mengingatkan, uang dapat menempatkan pikiranmu menjadi budak.

Share this:

1 comment :

  1. uang bisa membunuhmu bila ia kau memasukkan ke dalam hatimu. Uang hanya sarana, maka jangan perlakukan ia lebih dari itu.

    Industri perbankan, sebagai instrumen kapitalisme, kemudian memang menjadikan uang sebagai benda koleksi untuk ditumpuk sebanyak-banyaknya, menjeratmu.

    ReplyDelete

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes