ARTIKEL PINTASAN

Thursday, November 11, 2010

Soeharto, Gelar Pahlawan, dan Dampak Kurikulum


SETELAH dua tahun berada dalam polemik, kini nama mantan presiden Soeharto lolos dari seleksi pencalonan gelar pahlawan nasional. Tahun ini ada sepuluh calon yang akan diberi gelar pahlawan nasional, yakni Ali Sadikin, HM Soeharto, Habib Sayid Al Jufrie, KH Abdurrahman Wahid, Andi Depu, Johanes Leimena, Abraham Dimara, Andi Makassau, Pakubuwono X, dan Sanusi. Lolosnya nama Soeharto semakin membuat santer polemik publik. Pencalonan dan seleksi tersebut diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009. Kasus pelanggaran HAM (1965, 1984, dan 1990an), kesejahteraan rakyat, korupsi, dan politik nasional merupakan fakta yang dijadikan bagian dari penolakan. Pelanggaran HAM di masa kepemimpinan Soeharto yang tampak berupa kekerasan terstruktur belum menemui titik terang, sehingga konsekuensi logisnya adalah intervensi publik dalam pertanggungjawaban pemimpin tertinggi di masa terjadinya kasus tersebut. Kesejahteraan rakyat di masa Soeharto, seperti opini-opini yang pro terhadap gelar pahlawan tersebut, tidak seutuhnya menguntungkan bagi rakyat Indonesia. Pada masa itu beban utang luar negeri di Indonesia semakin tinggi. Bahkan, swasembada pangan yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto diyakini berakibat fatal. Akibat kebijakan itu, sebagian tanah yang dikelola dengan bantuan kimiawi untuk meningkatkan produksi beras tidak lagi dapat diolah dalam beberapa waktu tertentu setelah pengolahan tanah tersebut. Sedangkan dugaan korupsi yang paling santer di akhir hayat Soeharto, diungkap bahwa tujuh yayasan, yakni Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora) terkait dugaan korupsi atas kepeminpinan Soeharto. Namun, hingga kini kasus itu telah dihentikan tanpa alasan hukum yang jelas. Meskipun proses seleksi telah meloloskan nama Soeharto sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional, bukan berarti pula pertimbangan jangka panjang atas pemberian gelar tersebut dalam jangka panjang tidak diperhatikan. Banyak aspek yang akan memengaruhi atas gelar tersebut. Salah satunya adalah pendidikan. Fakta sepihak yang kontroversial itu merupakan bagian dari sejarah Indonesia di kemudian hari. Dampaknya, kemungkinan terbesar adalah masuknya bagian kontroversional tersebut ke dalam kurikulum pendidikan sebagai bagian dari mata pelajaran sejarah. Dan, kekeliruan sejarah akan terulang kembali di Indonesia. Karena di dalam materi pembelajaran tidak memungkinkan muncul perspektif yang kontra dengan membuka ‘raport merah’ Soeharto. Proses rekonstruksi anak bangsa dikhawatirkan tidak memandang sejarah secara komprehensif. Rekontruksi sejarah G30S (Gerakan 30 September) dalam kurikulum pendidikan merupakan satu bukti yang tidak patut terjadi kembali. Sampai saat ini, sejarah kontroversional tersebut masih mendominasi pikiran masyarakat. Padahal, sejarah yang kontroversional harus dibuka sekomprehensif mungkin. Artinya, tidak ada kepentingan penguasa dalam memasukkan materi sejarah di kurikulum pendidikan. G30S sampai saat ini masih sering dikenal dengan istilah gerakan berdarah oleh PKI. Kenyataan dan kebenaran itu pun belum terungkap. Soeharto sebagai pahlawan nasional sangat memungkinkan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. Instrumen penyelenggara pendidikan dan institusi pendidikan belum tentu memahami seutuhnya perihal sejarah Soeharto beserta tindakan yang dilakukannya di masa orde baru. Jika Soeharto tetap diresmikan mendapat gelar pahlawan nasional, maka kurikulum pendidikan sebaiknya tidak memihak. Uraian sejarah mengenai Soeharto disertai pula sisi kontroversial yang telah dilakukannya. Tanpa adanya keberpihakan dan penguraian sekomprehensif mungkin, peserta didik sebagai penerus bangsa dapat menilai sendiri fakta sejarah yang telah dilakukan Soeharto hingga akhirnya mendapatkan gelar pahlawan nasional.


-dimuat di Banjarmasin Post

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes