ARTIKEL PINTASAN

Friday, November 5, 2010

Negara yang Akrab dengan Bencana





Negara yang Akrab dengan Bencana

ilustrasi bencana (blogspot)
Fakta Bencana
Dalam sejarah sepuluh tahun terakhir Tsunami merupakan bencana terbesar di Indonesia.
Gunung Sinabung, banjir di Wasior, Gunung Merapi di Yogyakarta, dan bahkan gempa bumi di Padang beberapa hari yang lalu adalah sederetan fakta bencana di negara ini yang telah diketahui retan terhadap bencana sejak dahulu. Bencana-bencana itu tidak hanya menelan kerugian meteri, bahkan korban jiwa pun menjadi sasarannya.
Faktor bencana alam ada dua hal, yakni faktor alam dan faktor kelalaian manusia. Faktor alam bisa saja terjadi suatu waktu tanpa diketahui kapan terjadi dan bentuk terburuknya. Namun, faktor alam bukan berarti tidak dapat diprediksi oleh manusia dengan ragam keilmuan yang mendukung. Sedangkan faktor manusia, hasrat keinginan yang berlebih tanpa kontrol dan eksploitasi alam sering kali menyebabkan terjadinya bencana alam. Kebanjiran, tanah longsor, dan kebakaran hutan merupakan fakta bencana di negara ini yang sering terjadi akibat kelalaian atau kejahilan manusia.
Negara sebagai pengelola geografis suatu wilayah kekuasaan seharusnya mampu mengontrol bencana. Dengan didukung oleh para ilmuan dan kondisi materi yang dimiliki, pihak negara memantau bencana demi melindungi masyarakatnya dalam mengurangi kerugian materi dan terjadinya korban jiwa. Padahal tidak sedikit negara kita yang melahirkan ilmuan yang terkait dengan alam sebagai kajian ilmunya. Dan, negara seharusnya mampu memfasilitasi sumber daya manusia seperti itu bagi negara yang akrab dengan bencana seperti ini.
Bencana di Chile dan Bencana Lapindo
Ekspedisi terhadap musibah di suatu perusahaan daerah Copiapo, Chile, telah menyedot perhatian dunia. Beberapa pemerintahan di berbagai negara berpartisipasi melalui komentar dan angkat bicara perihal tragedi yang nyaris menelan korban 33 pekerja tambang yang terjebak. Bukan hanya itu, media-media massa internasional juga mengangkat topik penyelamatan tersebut sebagai berita “hangat”. Akibatnya Chile beberapa hari belakangan ini menjadi sorotan dunia. Sorotan tersebut pun diikuti oleh beberapa pihak untuk dijadikan bahan pembanding sikap pemerintahan di negaranya dengan pemerintahan di Chile, terlepas adanya dugaan keterkaitan perusahaan yang bersangkutan dengan Presiden Chile tersebut.
Bila pembandingan (to compare) dilakukan atas kinerja cepat-tanggap terhadap bencana yang dialami rakyatnya, selayaknya objek pembandingnya bagi Indonesia ada dua, yakni bencana Wasior dan kasus lumpur Lapindo. Bencana wasior diambil sebagai pembanding karena bencana ini belum lama terjadi. Sedangkan kasus lumpur Lapindo, kasus yang menelan “korban jiwa” dalam jangka panjang ini belum terselesaikan sampai saat ini.
Dari kedua fakta tersebut, belum ada terlihat indikasi penyelesaian dari pemerintah. Di Wasior penanganan bencana tersebut masih terkatung-katung, akibatnya korban yang diduga akibat bencana alam tersebut belum dapat “pulih” seutuhnya dan hidup kembali normal seperti sebelum tragedi banjir bandang terjadi. Selain menangani korban, pemerintah sangat lambat menginvestigasi penyebab terjadinya banjir bandang. Penelusuran bisa saja sampai pada dua kemungkinan yang terjadi, yakni kemungkinan kebrutalan manusia terhadap alam dengan melakukan eksploitasi alam secara besar-besaran atau kemungkinan benar-benar akibat alam. Sedangkan pada lumpur Lapindo, selain semburan yang terus terjadi hingga berdampak pada perluasan semburan yang mengeluarkan volume semburan sebesar 78, 077, 323 m3 (2008), lebih dari 10ribu rumah (800 hektar tanah) tergenang yang hingga kini sekitar separuh di antaranya belum mendapatkan keadilan atas kecerobohan perusahaan Lapindo. Pemerintahan era SBY-JK hanya mengeluarkan Perpres No 14 tahun 2007 sebagai perbaikan secara konstitusional, yang dianggap akan membantu beban derita korban lumpur Lapindo. Nyatanya, korban lumpur Lapindo hingga kini masih terabaikan hak-hak dasar mereka.
Penanganan Bencana
Bencana di Indonesia sudah akrab di telinga masyarakat, sehingga persoalan-persolan bencana tidak lagi menjadi perhatian yang serius bagi publik (Masyarakat) dan pemerintahnya (negara). Akibatnya negara ini tidak lagi memosisikan kebencanaan sebagai suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya saja lambannya penanganan bencana-bencana belakangan ini dan korban Lapindo (korban bencana bukan alam).
Negara, yang bukan semata memperbaiki urusan politik, adalah pihak yang harus memperbaiki urusan kebencanaan dan kesiapan menghadapi bencana. Beberapa aspek kebencanaan yang perlu diperhatikan bagi negara: Pertama, cepat-tanggap menangani bencana. Kedua, persediaan logistik bagi korban bencana. Ketiga, peninjauan bencana yang bukan bencana alam. Keempat, meninjau kemungkinan bencana alam secara keilmuan.
Selain itu, masyarakat diberi pengetahuan sedemikian utuh terhadap kemungkinan bencana di daerahnya masing-masing. Pengetahuan yang cukup untuk mengetahui kondisi alam di tempat tinggalnya masing-masing merupakan langkah awal meminimalisir kemungkinan terjadinya korban bencana, baik korban jiwa maupun materi.
Fredy Wansyah
-Aktivis dan Mahasiswa Unpad.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes