ilustrasi (dok Sun Life) |
Sejahtera di Masa Pensiun - Setiap pagi kosan Ibu Priyo, di salah
satu jajaran kos-kosan Jalan Mangga, Condongcatur, Yogyakarta, selalu bersih.
Beranda kamar bersih. Keranjang sampah di tiap kamar selalu kosong kembali.
Keset di ambang pintu tiap kamar selalu rapi. Begitu pemandangan setiap pagi.
Padahal tidak ada pembantu atau petugas kebersihan kosan.
Suatu kali saya melihati siapa orang
yang selalu membersihkan beranda, kamar mandi, dan sisi sudut tiap kamar kosan
itu. Ia berperawakan agak pendek. Wajahnya tampak ramah ketika berhadapan
dengan penyewa kamar kosan. Rambutnya pendek ikal. Kulit wajahnya menyiratkan
usianya yang telah berkepala enam. Ia sama sekali seperti tidak ada beban.
“Monggo,” kata orang yang terbilang rajin itu, awal September (2014) lalu.
Ternyata ia adalah suami si empu kosan.
Suami dari Ibu Priyo. Tentu saya tidak menyangka, mengapa pemilik kosan masih
tetap rajin membersihkan asetnya sendiri. Saban hari ia membersihkan
kos-kosannya. Padahal, ia bisa menyewa atau membayar orang untuk menjadi
petugas kebersihan kos.
Tiap bertemu penghuni kosan, ia selalu
melempar senyum. Sesekali menyapa. Kadang kala ia berbincang-bincang dengan
penghuni kosan yang rata-rata adalah pemuda. Gaya bicaranya seakan tak memiliki
beban hidup, apalagi beban ekonomi.
Suatu ketika saya berbincang dengan
lelaki yang mengaku beranak empat itu. “Bapak gak kerja lagi? Cuma ngurus ini
(menunjuk kos-kosan), Pak?” tanya saya.
Dari pertanyaan itulah ia mulai
bercerita tentang masa lalunya. Ia adalah pensiunan Pertamina, khusus regional.
Dari sana ia mulai mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Padahal, dahulu ia
termasuk orang yang hidup pas-pasan. Ia mesti berjuang bersama istri, meski
istrinya tidak bekerja.
Ia berkisah perihal masa sulit kebutuhan
ekonominya. Masa sulit itu terjadi pada saat anak-anaknya mulai memasuki bangku
kuliah. Kebutuhan semakin meningkat karena kebutuhan biaya kuliah anak tidak
kecil. Bila satu anak duduk di bangku kuliah, sementara dua lainnya duduk di
bangku sekolah, maka ia harus jeli membagi-bagi keuangan.
Menurut ia, perjuangan ekonomi dimulai
bagaimana bisa hidup sederhana. Kesederhanaan membuat diri paham arti
kesederhaan. Bermula dari kesederhanaanlah kesejahteraan dapat dicapai, bukan
sebaliknya.
Dari situasi itu, lantas ia berpikir
kesejahteraan di masa depan. Piawai membagi (alokasi) uang saja tidak cukup.
Baginya, piawai membagi uang sifatnya hanya sementara. Dari sana ia mulai
berpikir tentang sumber penghidupannya di masa depan. Terlintaslah di benaknya
tentang investasi.
“Pelan-pelan bisa bikin kosan ini.
Nabung sedikit demi sedikit. Biaya pas bangun ini juga harus dipaksa, karena
tabungan yang udah dikumpulkan ternyata gak memadai,” kisah lelaki asli
Yogyakarta itu.
Kini jerih payah telah dituai. Bagai
pepatah, siapa menanam dia akan menuai. Dahulu ia menanam, kini ia telah menuai
apa yang ia tanam. Dua bangunan kos-kosan telah berdiri gagah, yang salah
satunya adalah kos-kosan yang saya huni. “Bersyukur yah, sekarang anak-anak
udah nikah. Udah kerja, dan pada lulus kuliah,” tutur ia pada akhir kisahnya.
Usai berkisah, saya dan bapak itu
berpisah. Seketika pikiran terlintas di benak saya perihal pentingnya menyusun
ekonomi masa depan. Seperti pernyataan orang-orang yang berpengalaman lainnya,
bahwa penyusunan ekonomi masa depan perlu dilakukan sedini mungkin. Ada beberapa
faktor yang memengaruhi rencana anggaran (ekonomi) masa depan, di antaranya
tingkat pendidikan, usia, status pekerjaan, kondisi kesehatan, status
perkawinan, dan kondisi ekonomi keluarga. Faktor-faktor ini banyak sedikitnya
menjadi landasan berapa alokasi anggaran masa depan.
Seperti pengalaman bapak tersebut, ia
membangun masa depan melalui cara hidup sederhana. Artinya tidak bermewah-mewahan.
Ia juga menyiapkan dana deposito untuk masa depan. Prinsipnya, manusia tidak
selama hidup sehat dan fit. Atas prinsip ini pula petinggi perusahaan Sun Life mengingatkan
faktor kesehatan dalam perancangan ekonomi masa depan. ”Dengan berkembangnya
usia rata-rata hidup pasti problem kesehatan jadi utama dan problem kesehatan
tak bisa lepas dari problem keuangan,” kata Bert Paterson, Presiden Direktur PT
Sun Life Financial Indonesia.
Selain itu, yang tak kalah penting,
ialah persiapan investasi. Dalam hal ini, ia berinvestasi rumah kos-kosan. Hal
lain yang perlu disisipkan adalah asuransi. Ternyata, suami dari Ibu Priyo itu
adalah satu kepala keluarga dari 12% masyarakat Indonesia yang menyiapkan
ekonomi masa tua (masa pensiun) melalui properti. Sementara 48% masyarakat
lainnya melalui deposito dan 19% melalui asuransi. Demikian data yang
disampaikan Live Long and Prosper?
Retirement and Longevity Risk, seperti diberitakan Kontan.co.id, Rabu
(25/06/2014).
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.