ilustrasi (karikaturjokowi.blogspot.com) |
Jokowi, Media, dan Sumut - Pengumuman Mahkamah Konstitusi (MK)
telah disampaikan, yang menandakan resminya Joko Widodo terpilih sebagai
presiden berikutnya di mata hukum. Kini rakyat tinggal menunggu peresmian sang
presiden baru pada 20 Oktober mendatang dan menunggu kerja nyata sang mantan
gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) tersebut. Bagi penduduk Sumatera Utara
(Sumut), sebagai bagian dari partisipator pilpres, kiranya perlu ikut mengawal
secara aktif kinerja-kinerja Jokowi.
Dua hal yang terkait janji politiknya
ialah pembangunan desa-desa dan keaktifan rakyat. Sejak awal kampanye, Jokowi
menyampaikan bahwa desa akan menjadi fokus pembangunan. Di sanalah masyarakat
Sumut perlu berperan aktif mengawal kerja Jokowi (dibantu Jusuf Kalla) di era
pemerintahan mendatang. Apalagi, Sumut masih memiliki sekitar 2.000 desa
tertinggal dari 5.889 desa di Sumut. Dengan mengawal, masyarakat telah
berpartisipasi terhadap kinerja pemerintah.
Pertanyan dasarnya, dengan apa
masyarakat Sumut mengawal? Di tengah keterbukaan informasi dan keterbukaan akses
komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya ini, media massa merupakan jembatan.
Mengawal wacana melalui media massa berarti mengawal kebenaran penguasa
(ordinat) dan kebenaran rakyat (subordinat).
Hal utama yang dilakukan masyarakat
Sumut ialah melek media. Sejak awal pencalonan gubernur DKI Jakarta, Jokowi
merupakan praktisi yang melek media. Kesadaran media oleh figur seperti ini
perlu diterjemahkan sebaik mungkin, sebagai figur sadar media. Bukan tidak
mungkin setiap aksi perbuatan figur tersebut di depan publik merupakan tahap
pencitraan. Masyarakat perlu membedakan mana perilaku citra dan mana perilaku
sebenarnya. Mana realitas dan mana hiperealitas.
Sebelum masa-masa pemilihan presiden
(pilpres), Jokowi adalah satu-satunya politisi yang "media darling".
Tindakannya yang berbaur dengan "wong cilik" dalam bekerja menjadi
pilihan berita menarik bagi pengolah berita. Gestur, gaya bahasa, serta tatapan
matanya saat tampil di depan layar kamera menarik para wartawan untuk selalu
menginformasikan perihal Jokowi.
Selain itu, di dalam dunia internet,
pada masa-masa jelang pencoblosan, Jokowi sangat terbantu atas adanya media
alternatif (media sosial). Hal ini terlihat dari rilis lembaga survei politik
khusus internet (netizen), PoliticaWave. Berdasarkan pengamatan PoliticaWave
pada 4-5 Juni 2014, perbincangan di dunia internet tentang Jokowi unggul atas
Prabowo, dari 34 provinsi. Begitu pula masa debat kampanye, 9 Juni 2014,
percakapan mengenai dukungan terhadap Jokowi unggul jauh atas Prabowo. Pasangan
Jokowi-JK mendapat 47.610 percakapan, sedangkan Prabowo hanya 16.003
percakapan.
Hal kedua yang perlu dipahami masyarakat
Sumut ialah sadar kekayaan alam Sumut. Sadar kekayaan ini guna mengawal
transaksi politis atas sumber-sumber daya alam di Sumut. Kekayaan alam bisa
saja berkurang drastis akibat ketidakpedulian masyarakat terhadap sumber daya
alam (SDA).
Pada 2013, Badan Pusat Statistik merilis
10 Provinsi dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tertinggi. Sumut berada pada
posisi lima teratas, dengan nilai 118.640.902.74 (dalam rupiah). PDB, yang
menjadi nilai ekonomi barang dan jasa , merupakan tolak ukur kekayaan suatu
provinsi. Ini artinya, Sumut merupakan provinsi terkaya kelima di Indonesia. Di
sisi lain, Sumut masih memiliki luas wilayah perkebunan sebesar 1.788.943 ha
(tahun 2006).
Masyarakat yang aktif mengawal ialab
masyarakat yang bersifat interaktif terhadap pemerintahnya. Selalu ada take and
give informasi. Selalu ada reaksi-reaksi masyarakat, baik reaksi positif maupun
reaksi kritis, terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dalam
hal ini, masyarakat juga perlu aktif membangun opini.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.