Konsumsi
BBM mobil saya rata-rata 153 liter/bulan. Dengan asumsi harga BBM nonsubsidi
Rp11.000/liter, biaya yang harus dikeluarkan Rp1.692.900/bulan. Jika
menggunakan BBM bersubsidi, dengan asumsi Rp6.500/liter, saya hanya
mengeluarkan Rp994.500/bulan. Nilai subsidi yang saya terima Rp698.400/bulan.
Jumlah yang sangat besar di tengah sekitar 28 juta orang miskin dengan
pendapatan rata-rata di bawah Rp500.000/bulan.
ilustrasi (gambar: kmpdjogjakarta.blogspot.com) |
Belenggu Ekonomi - Salah seorang
rekan saya mengirim asumsi akumulasi penggunaan bahan bakar bersubsidi yang
dilakukan oleh rekannya. Gambaran konsumsi subsidi itu membuat siapa saja akan
merasa ironi menghadapi kenyataan bahwa masyarakat ekonomi menengah atas sangat
memanfaatkan adanya kebijakan subsidi.
Era
kolonialisme Belanda di Nusantara, masyarakat asli memberontak karena
eksploitasi ekonomi. Inlander memeras habis kekayaan alam, kali pertama melalui
adanya VOC di Nusantara. Rakyat terpaksa bekerja keras demi memenuhi
“kebutuhan” pajak yang ditetapkan Belanda. Dengan spirit pembebasan (dan
spiritualitas), masing-masing ketua kelompok di Nusantara memberontak karena
tidak ingin selamanya pembayaran pajak hanya untuk inlander.
Situasi saat
ini sebenarnya sama dengan situasi belenggu ekonomi masyarakat nusantara pada
waktu itu. Sama-sama ketidakadilan. Sebut saja masyarakat Nusantara itu adalah
masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sementara inlander itu adalah masyarakat
berekonomi menengah ke atas. Yang membedakan secara fisik hanya pada warna
kulit, rambut, mata, dan ketinggian badan.
Begitulah saya
coba menerjemahkan subsidi yang justru digunakan oleh masyarakat mampu secara
ekonomi. Kedua kelas masyarakat (golongan ekonomi menengah ke bawah dan
golongan ekonomi menengah ke atas) sama-sama membayar pajak. Namun, yang paling
banyak menikmati pajak itu adalah masyarakat menengah ke atas. Hanya 20%
subsidi BBM sampai ke tangan orang miskin. Selebihnya, ke perusahaan dan
masyarakat mampu.
Saya berpikir,
jika demikian apakah 28 juta lebih orang miskin akan memberontak seperti
masyarakat Nusantara pada waktu itu? Rasanya sulit…
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.