Bangsa yang Jujur - Jutaan rakyat mengapresiasi hak politik warga negaranya pada
tanggal 9 Juli lalu. Rakyat mendatangi tempat pencoblosan. Ada harapan, sumbangan
suara ke lokasi pemungutan dapat mengubah kehidupan bernegara pada masa setelah
berakhirnya masa tugas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada hari itu juga
jutaan rakyat tak sabar menanti hasil penghitungan, apakah dukungan jadi
unggulan. Lembaga survei yang bekerja selaku penghitung cepat segera mengumumkan
hasil hitung cepat beberapa jam setelah lembaga negara yang memungut suara
menyatakan pemungutan suara resmi ditutup.
Quick count mulai beraksi. Kedua calon presiden ikut bereaksi.
Keduanya memasang suara dan sikap di layar televisi secara live. Rakyat ikut merespon aksi dan sikap presiden pilihannya.
Dari hal itulah muncul istilah-istilah asing di telinga tapi
tak asing di ranah politik. Kata-kata "quick count", "exit
poll", "sampling", "margin of error", dan "real
count". Sejak tahun 2009 kata-kata ini mulai familiar bagi publik, meski mulai
muncul pada tahun 2004.
Kemudian persoalan muncul ketika publik membicarakan politik
pilpres yang ramai mempersoalkan quickcount itu. Suatu ketika muncul pertanyaan,
"Bagaimana ini quickcount," di grup telefon layar sentuh (telasen:
gadget). Di waktu lain muncul pula kata "kuikon" di grup yang sama.
Ada pula "kuik kon". Begitu pula dengan kata yang lainnya, "eksit
pol", "sempling", "eror marjin" atau "marjin of
eror".
Mirip masalah ini, beberapa waktu yang lalu seorang kyai
membaca teks "gender" dengan lafal seperti teks, bukan
"jender". Ia tersenyum, dan hampir semua santri yang mendengarnya
tersenyum. Lantas ia beralasan, "Bangsa Indonesia itu bangsa jujur. Apa
yang tertera di teks ya itu dibacanya." Begitu pun dengan apa yang dibaca
(lafal), penulisan pun seperti apa yang dilafalkan.
Afiksasi dalam bahasa Inggris, misalnya, Ex- menjadi Eks-, -ive
menjadi -if, Pasca menjadi Paska, France menjadi Perancis, Ramadlan atau
Ramadhan menjadi Ramadan, dan sebagainya. Terlepas apakah mazab bahasa
Indonesia merupakan "mazab bunyi" atau bukan, yang konon katanya
berbeda dengan mazab Melayu Malaysia, yang jelas bahwa dari masa ke masa
masyarakat Indonesia lebih mengedepankan kejujuran. Jujur dalam pelafalan dan
penulisannya.
Jadi, yang jadi soal dari kata-kata politik di atas adalah
hakikat kata tersebut. Apakah makna kuikon itu merupakan perbuatan kejujuran
atau perbuatan bohong. Bagaimana pun kata "quic count" tertulis,
masyarakat hanya ingin paparan kejujuran. Seperti kata kyai tersebut, bangsa Indonesia
adalah bangsa yang jujur.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.