Setan Itu... - Ular adalah
binatang melata, berjalan dengan menggunakan seluruh tubuhnya. Tidak ada kaki.
Ia memiliki bisa, sebagai alat pelindung diri. Kerap berada di tempat-tempat
tersembunyi. Rumahnya, lubang ular, kerap berposisi di sudut-sudut tanah atau
di lorong-lorong lembah. Ada pula yang memiliki rumah di mana ia berlindung,
seperti kayu, air, dan dedaunan. Umumnya, tubuhnya licin, meski, katakanlah,
tak selicin belut.
Lebih dari
setengah spesies ular di dunia dapat ditemui di kawasan khatulistiwa. Umumnya
berada di tempat-tempat basah, kumuh, maupun rawa-rawa atau tetumbuhan yang tak
terawat. Begitulah mengapa Indonesia menjadi tempat yang banyak dihuni ular.
Selain itu, juga India dan Brasil.
Di dua negara
yang saya sebut di awal, Indonesia dan India, adalah negara tempat
berkembangnya negara Hindu pada masa-masa kejayaan sistem percandian. Lantas
mengapa ular tidak mendapat tempat yang istimewa bagi penganut Hindu? Mengapa
ular tidak “hidup” di percandian? Kalaupun ada, ular hanya ada pada pernak-pernik
patung yang dianggap tidak suci. Ular, sebagai simbol, tidak berada di tempat
suci.
Realitas itu
terus berkembang sampai ke cipta rasa karsa populis saat ini. Film-film
Bollywood menampilkan realitas, bahwa ular hidup di tengah-tengah mistisisme kejahatan.
Ular cobra muncul sebagai perantara tokoh protagonis, atau malah sebagai tokoh
protagonis itu sendiri. Ular bisa berubah wujud, dekat dengan kejahatan, ilmu
sihir, ilmu hitam, dan lainnya.
Di dalam
penciptaan Perjanjian Lama, ular adalah simbol kelicikan. Ia disimbolkan
sebagai setan. Ini menyiratkan bahwa setan itu tak ubahnya ular, yang sarat
kelicikan.
Mitos-mitos kuno
di Eropa juga muncul “setan”. Konsep setan muncul sejak ajaran Zarathusthra,
abad sebelum masehi, Yunani Kuno. Setan sama halnya dengan iblis. Selalu
mengusik kehidupan manusia. Ajaran ini mengarahkan manusia berbuat baik serta
mengikuti ciptaan yang baik, dan mengabaikan yang jahat serta menjauhi
kejahatan yang serupa “iblis”. Mitologi Yunani juga muncul iblis, Dewa Anggur.
Dewa ini digambarkan sebagai sosok pemberontak hingga pada akhirnya mengalami
kejatuhan.
***
Saya dan sahabat
saya berbincang tentang sikap, sifat, dan perbuatan sekelompok manusia. Apa
yang kami bicarakan adalah sifat-sifat jahat yang kerap dilakukan kelompok tersebut.
Tentu tanpa mengabaikan pertimbangan bahwa mereka adalah manusia ciptaan Yang
Kuasa. Mereka kerap menghujat orang-orang lain. Mereka kerap menghantui
ketenteraman hajat hidup orang. Mereka kerap membuat keonaran.
“Kalau begitu,
dalam konteks ini, apa musuh kita?” saya bertanya, ingin mendalami pendapatnya.
“Setan, Bro,”
kata dia singkat, tak lama kemudian ia memberi link pernyataan perihal setan.
“Setan dalam
wujud atau setan dalam arti sifat ini?” tanya saya lagi.
Ia pun
menyatakan, setan dalam arti sifat. Setan, menurut salah seorang ahli tafsir
Al-Quran, adalah salah satu sebutan iblis. Kata “jin” berarti janna. Artinya
ialah “tersembunyi”. Sifat-sifat mereka yang perlu dimusuhi.
Sayangnya jin
yang direkonstruksi ke masyarakat ialah jin yang cantik dan baik, meski memang
tidak semua jin itu jahat. “Untunglah sinetron Jhini Oh Jhini sudah tak ada,” kataku bergumam.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.