Persimpangan Jalan - Tiap-tiap daerah
punya kekhasan masing-masing dalam tutur pemberhentian saat menaiki angkutan
umum. Di Sumatera Utara dan sekitarnya menggunakan ujaran, “Pinggir depan,
Bang!”. Di Jawa Barat dan sekitarnya menggunakan ujaran, “Kiri depan, A!”.
Berbeda halnya dengan masyarakat yang menyetir mobil di sebelah kiri, seperti
di Eropa pada umumnya. Tak menggunakan “Kiri” tentunya, melainkan “Kanan” (Lantas,
sejauh apa ya beda makna konotatif “kiri” di Indonesia dengan di Eropa sana?)
Belum lagi kalau
penumpang ingin turun di persimpangan jalan. Di Sumatera Utara dan sekitarnya
menggunakan ujaran, “Pinggir simpang depan, Bang!”. Di Jawa Barat dan
sekitarnya menggunakan ujaran, “Kiri perempatan depan ya, Kang!”.
Entah berapa pun
persimpangan itu, mungkin 3 persimpangan jalan, 4 persimpangan jalan, 5
persimpangan jalan, dan seterusnya. Tentunya tak sampailah 100 persimpangan
jalan. Persimpangan tetaplah persimpangan, dengan kekhasan ujaran masing-masing
penumpang angkutan umum saat hendak turun.
Berapa pun jalur
persimpangan jalan, persimpangan jalan selalu menjadi titik keramaian. Banyak
angkutan umum menanti calon penumpang. Istilahnya, ada yang menggunakan,
Ngetem. Dari tiap sisi terpasang lampu merah. Dari tiap sisi pula mobil-mobil
antre mengikuti rambu-rambu lalu lintas. Di salah satu sudut berdiri pos
polisi. Entah dari sisi mana seorang polisi bisa saja nongol, seakan-akan
nongol tiba-tiba bak jailangkung. Pengemis juga berdiri hilir mudik. Berharap
iba dari pengendara mobil. Nongol tiba-tiba di balik kaca pengendara mobil,
dengan pakaian lusuh maupun berpenampilan kelumpuhan (sampai susah kita
membedakan mana pengemis yang sungguh-sungguh dan mana pengemis yang
pura-pura).
Semakin ramailah
kalau hujan tiba, kecuali hujan bulan Juni mungkin. Got-got tersumbat. Air
menguap ke jalanan. Susah membedakan mana lubang dan mana bukan lubang. Mungkin
karena teringat lirik lagu “bukan lautan, hanya kolam susu.” Mungkin air yang
keluar jalurnya itu tidak bau, tetapi air itu mungkin bagian dari saluran
pembuangan gedung-gedung perkantoran, pabrik-pabrik, maupun gudang-gudang
berdinding kaca dan bergarasi tiga sampai lima tingkat. Bukan tidak mungkin
pula air-air itu sebagiannya berasal dari tempat-tempat perbelanjaan.
Hampir di setiap
persimpangan raya berdiri tempat perbelanjaan. Alfamart mungkin. Indomart
mungkin. Babibubebomart mungkin. Superindo mungkin. Ini masih mungkin, karena
toh lebih banyak mereka berada di tempat yang bukan persimpangan jalan.
Yang jelas,
salah satu retail terbesar di Indonesia, Carrefour, kerap berada di
persimpangan jalan. Entah itu di timur persimpangan, barat persimpangan,
selatan persimpangan, maupun utara persimpangan. Dari bahasanya (nama), Carrefour
berarti persimpangan. Wajar bila retail yang kini dimiliki salah satu penguasaha
ternama di Indonesia ini selalu berada tak jauh dari persimpangan jalan.
Masyarakat
berduyun-duyun ke persimpangan jalan seperti itu. Membeli kebutuhan, sandang,
pangan, dan papan. Di Carrefour serba ada. Seolah ingin mewakili beberapa ruas pasar
tradisional. Ada kebutuhan pangan sehari-hari sampai kebutuhan papan. Ruangan
disuguhkan bagai istana. Ruangannya disirami wewangian. Komoditas-komoditas
ditempatkan di tiap sisi. Beberapa komoditas unggulan dikacakan. Komoditas
murah ditempatkan di bagian terdepan.
Tampilan selalu
mengundang hasrat pengunjung. Diskon harga selalu mengundang saku. Pelayan
selalu menyenyakkan para pengunjung. Begitulah Carrefour, menyajikan ruang
kemanjaan konsumen. Sehabis berjalan melewati kejenuhan persimpangan jalan, Carrefour
seakan menjadi tempat “persinggahan” yang nyaman. Ruang yang seolah-olah
“gratis dan penuh diskon” itu ternyata secara tidak sadar mengajak
pengunjungnya untuk mengeruk saku, sehingga jika habis isi saku itu maka si
konsumen butuh kerja ekstra dan lebih ekstra lagi serta tanpa sadar pula
interaksi bersama sanak keluarga maupun rekan terdekat pupus sudah.
Bukan tidak
mungkin, semakin menjamurnya Carrefour di tiap-tiap persimpangan, kelak
penumpang angkutan umum di Sumatera Utara dan Jawa Barat akan seragam, “Carrefour
ya!”.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.