Review Buku Kembang Setaman Pernikahan: Kado Nasihat Pernikahan - Pernikahan secara sosial adalah transaksional. Negosiasi antarindividu yang akan mengikatkan diri perlu mencapai kesepakatan. Jika tidak, maka pernikahan gagal. Namun, bagi manusia yang menganut kepercayaan, misalnya Islam, dasar atau niatnya tidak semata-mata ikatan relasi sosial semata, melainkan juga terkait hubungan dengan Tuhannya. Begitulah mengapa di dalam agama Islam muncul pandangan bahwa pernikahan adalah ibadah.
Secara
dikotonomis perlu kiranya membagi pernikahan menjadi dua bagian, yakni
pra-pernikahan dan pasca-pernikahan. Pra-pernikahan berarti fase sebelum
melakukan pernikahan. Pasca-pernikahan berarti fase setelah melakukan pernikah
atau fase keberlangsungan rumah tangga. Pra-pernikahan itu merupakan jembatan
menuju rumah tangga, seperti saling mengenali (karakter, keluarga, hingga
tradisi). Sementara itu, pasca-pernikahan itu merupakan jenjang bahtera rumah
tangga, yang mungkin dinamis. Di dalamnya terkandung pula etika rumah tangga,
tatanan rumah tangga, hingga tata cara komunikasi dan interaksi, baik yang
terkait hasrat maupun bukan hasrat.
Selain individu
yang mengikat dalam komitmen, tentu kebahagiaan atas pernikahan juga dirasakan
oleh kedua orangtua. Orangtua merasa bahwa kebahagiaan anaknya juga kebahagiaan
dirinya. Begitulah yang dirasakan KH Husein Muhammad. Pengasuh Pondok Pesantren
di Arjawinangun, Cirebon, ini menghimpun tulisan dari rekan-rekannya sebagai
tanda (kado) kebahagiaan atas penikahan anaknya, Hilya Aulia. Terhimpun 12
penulis di dalamnya.
Kyai yang kerap
disapa “Buya” ini mengisahkan, di dalam buku yang diberi judul Kembang Setaman Pernikahan ini, sebelum
menikahkan anaknya kepada Muhammad Alfurqon, mengakui bahwa jiwa yang ada di
dalam jasadnya adalah “takdir” untuk membesarkan serta mendidik sebaik-baiknya
anak-anaknya. Ketika Buya mengesahkan, dalam ijab kabul, Buya merasa ada
sesuatu yang tercerabut dan yang hilang dari dalam tubuh (“Gita Cinta Abuya”,
halaman 1). Setelah pengesahan itu, Buya menjelajahi identitas anaknya
tersebut, bahwa anaknya sudah dimiliki orang lain, seperti anaknya memiliki
orang lain. Meskipun demikian, engkau selalu milik Buya dan Ummi selamanya, dan
kami berdua adalah milikmu selamanya (halaman 2).
Kasih sayang
Buya juga tersiratkan melalui pesan empiris dan spiritual kala anaknya
mengandung kelak. Buya mengingatkan, Muhammad Alfurqon, sebagai calon ayah,
agar memberinya perhatian yang sungguh-sungguh atas kesehatan istrinya kelak
kala mengandung. Merujuk pada Al-Quran, Buya mengingatkan pula, bahwa
mengandung adalah perjalanan berat bagi perempuan. Dalam siatusi hamil,
perempuan manapun amat membutuhkan kasih sayang dan perhatian lebih (halaman
12).
Rumah tangga
adalah ruang ketenangan, dinamis, yang kadang kala muncul masalah. Begitulah
hampir seluruh penulis di dalam buku ini menyimpulkan pernikahan sebagai pintu
rumah tangga, sebagai gerbang kebahagiaan atau ketenangan jiwa. Ninik Rahayu, di dalam tulisannya, “Menjaga
Perkawinan”, mengawali kutipan surat Al-A’raf ayat 189, yang menyatakan bahwa
Allah SWT menciptakan pasangan agar merasakan ketenangan. Begitupula Neng Hana
dan Buya, mendasari tulisannya tentang penyatuan jiwa dan raga dua insan atas
surat Al-Rum ayat 21, yang berbunyi, “Dan di antara bukti-bukti kemahabesaran
Tuhan adalah bahwa Dia menciptakan untuk kamu dari entitasmu sendiri pasangan
agar kamu menjadi tenteram dan Dia menjadikan di antara kamu (relasi yang)
saling mencita dan saling merahmati (mengasihi). Hal itu (seharusnya) menjadi
renungan bagi orang-orang yang berpikir.”
Pasangan dapat
menyelesaikan persoalan rumah tangga melalui ketenangan dan kelembutan. Bukan
mengedepankan ego. Musyawarah merupakan cara penyelesaian masalah yang tenang
dan lembut. Di tengah potensi ini, menjalin dan menjaga kemesraan dianggap
mampu menjauhi potensi persoalan yang sifatnya personal. Beruntung ada
contoh-contoh baik yang pernah dijalankan Muhammad Rasulullah SAW dengan segala
keutamaannya sebagai Uswatun Hasanah bagi Umatnya (“Menjaga Perkawinan”,
halaman 136). Di antaranya Saling Membelai, Saling Mencium, Tidur Bersama
Seranjang, dan Mandi Berdua.
Judul Buku: Kembang
Setaman Pernikahan
Editor: KH Husein Muhammad
Penulis: KH Husein Muhammad dkk.
Penulis: KH Husein Muhammad dkk.
Penerbit: Zawiyah
Cetakan: Januari 2014
Tebal: 140 halaman
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.