Suka Burung - Secara sadar atau tidak sadar perilaku
memelihara hewan itu bentuk pernyataan bahwa tidak semua binatang buruk. Tidak
semua sifat kebinatangan itu buruk. Selalu ada sisi yang layak diambil untuk
diambil. Begitu pula mengapa hewan-hewan menjadi subjek di dalam cerita anak
atau sejenisnya. Begitu pula mengapa hewan dimasukkan ke dalam teks-teks
keagamaan. Begitu pula mengapa hewan-hewan menjadi simbol-simbol sosial.
Suatu kali saya bertanya kepada teman
saya, Rudyana Ginanjar, seorang penyair. “Kau suka binatang apa?” kata saya sebagai pernyataan
awal, sembari saya menyeruput teh manis, sore hari.
“Suka burung,” jawab teman saya. “Kenapa
burung?” saya bertanya lagi. “Kenapa? Alasannya, burung itu bebas,” jawab teman
saya dengan menunjukkan wajah pemikirnya.
Dia menjelaskan bahwa selain kebebasan
burung juga punya semangat kerja, etos kerja yang tinggi. “Kalau diperhatiin,
kalau buat sangkar pasti turun dari pohon mengambil rumput atau apalah. Terus
balik lagi ke pohon. Gitu terus, naik turun sampai selesai kan,” kata dia
menjelaskan dengan memeragakan tangan naik turun.
Saya teringat atas simbol negara ini,
Burung Garuda. Sama halnya seperti negara-negara lain, yang menggunakan simbol
burung sebagai lambang negara, di antaranya Rusia. Burung Garuda sejalan dengan
cita-cita pendiri bangsa. Republik Indonesia ingin bebas dan mandiri. Republik
yang ingin terbang gagah, bebas, dan lihai di masa depan seperti burung garuda.
Saya bilang kepada teman saya, “Ingat,
burung itu buang air sembarangan. Malah kadang jatuh ke kepala manusia.”
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.