Musik dan Politik - Masyarakat
dominan saat ini akan menggoyangkan salah
satu bagian tubuhnya kala alunan musik mengetuk genderang telinganya.
Tak kenal usia, musik seakan menjadi sarana kejiwaan. Menghilangkan kepenatan,
memenatkan kehilangan, mengadakan kesepian, dan menyepikan yang ada. Seperti perenungan
Nietszche, musik selalu ada selama jiwa-jiwa menghidupi dunia ini.
Musik dan jiwa
sudah dipahami lebih jauh di kalangan bala tentara Jepang kala menduduki Tanah
Air. “Keroncong kan ada yang tempo cepat dan ada yang tempo lambat. Jepang dulu
melarang keroncong bertempo cepat karena bagi Jepang musik keroncong bertempo
cepat bisa mengancam kekuasaan mereka,” kata seorang teman lama saya, Davy,
alumni UNY, kala membicarakan perihal musik, Rabu (28/05).
Dia menjelaskan,
musik keroncong yang kala itu digemari masyarakat Jawa sengaja direpresif
tentara Jepang. “Yang bertempo cepatnya bisa membangun jiwa-jiwa pemberontakan
pribumi waktu itu,” kata dia menjelaskan, dan saya teringat perihal politisasi
seni bahasa oleh Belanda.
“Di Birmingham, Inggris,
gamelan itu dipake buat penyucian jiwa para tahanan. Di sana ada proyek, di
penjara, penenangan jiwa pake gamelan. Karena bunyi gamelan dianggap unik juga,”
kata penulis cerbung di laman Jogjareview itu.
“Loh, bagaimana
para tahanan itu bisa mengerti cara mengetuk gamelan? Gimana irama dan nadanya?
Apa eksperimental?” tanya saya, ingin mendalami pernyataannya. “Iya, sifatnya
eksperimental. Dengan eksperimental, para tahanan diberi kebebasan. Mereka jadi
merasa diberi kepercayaan. Jiwa mereka akan terbangun sekaligus merasa
tersucikan kembali,” kata dia menjelaskan.
Setelah keluar
dari penjara tentu saja jiwa para tahanan berubah. Dari jiwa kejahatan menjadi
lebih tenteram. Apa pun itu wujud kejahatan para tahanan tersebut.
Jauh sebelum
perbincangan dengan alumni UNY itu, seorang sahabat saya menyatakan bahwa
dirinya telah meninggalkan musik-musik aliran cadas (underground). “Bro, gua
sekarang senang dengar lagu-lagunya Fatin (jebolan program RCTI). Enak toh...”
tulis dia melalui pesan singkat. Kala itu saya merangkai setali dua tali, “Bukankan
Fatin itu produknya perusahaan pimpinan politisi yang ingin nyapres?”
Rabu (28/05)
siang, saya mendengar berita, bahwa Jaja Miharja akan membuatkan musik khusus
untuk Prabowo. “Loh, kan ini masa kampanye? Kenapa baru sekarang?”
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.