Mungkin Pemilu... - Sehari setelah
latihan pengamanan kericuhan pemilihan umum (Pemilu) oleh tim pengamanan di
Jalan MH Thamrin, Jakarta, saya dan teman saya berbincang tentang kemungkinan
Pemilu Presiden 2014. Di antara banyak topik yang kami singgung, seperti
dagelan pencalonan Roma Irama, WIN-HT, pencalegan menteri-menteri menuju
Senayan, kekosongan Presiden setelah Juli 2014 berlalu, hingga kemungkinan
kerusuhan Pilpres 2014.
“Gua yakin pasti
ricuh,” kata teman saya dengan nada meyakinkan, yang berprofesi sebagai
wartawan di salah satu media daring.
Dengan
menyinggung gejala-gejala menuju kericuhan, seperti persiapan pengamanan hingga
ketidakjelasan hukum, teman saya merasa yakin prediksinya tepat. Menurut dia,
seperti tidak ada celah kemungkinan Pilpres kali ini berlangsung secara aman
dan tentram. “Udah dirancang ricuh kok,” kata dia menambal keyakinannya.
Beberapa bulan
pembicaraan itu telah berlangsung, kini ketakutan perihal kemungkinan ricuh
tersebut semakin mengerucut. Presiden didesak menyelesaikan persoalan hukum
melalui Perppu. Kepolisian diminta mengupayakan kesiap-siagaan kericuhan.
Pembelian suara Pileg 2014 kemarin terus dipersoalkan. Lembaga-lembaga hukum
tertinggi, seperti MA dan MK, diminta segera mengantisipasi hukum. Koordinasi
antarlembaga penyelanggara Pemilu dinilai tidak koordinatif dan tidak efektif.
Jika mengikuti
gejala-gejala ini, anggaplah kemungkinan prediksi teman saya itu benar-benar
terjadi. Pilpres ricuh dan kursi penguasa di Istana Negara kosong hingga akhir
Oktober. Lantas bagaimana dengan perekonomian Indonesia akibat kericuhan tadi?
Bagaimana stabilitas keamanan negara akibat kericuhan tadi? Mungkin saja nilai
rupiah anjlok drastis, bahkan bukan tidak mungkin mendekati level terendah di
era reformasi, ke level Rp17.000. Mungkin saja para investor asing hengkang.
Laju produksi komoditas di pabrik-pabrik terhenti. Roda distribusi komoditas
macet. Harga-harga kebutuhan pokok melonjak. Pendapatan (pemasukan) per kepala stagnan.
Masyarakat menjadi emosional.
Kalau sudah
begini, mau tidak mau demi kesehatan laju perekonomian negara harus meminta
bantuan pihak asing. Miminta bantuan untuk menambal sulam “roda setan”
perekonomian Indonesia. Meminta bantuan untuk kebutuhan pengamanan.
Ah, tapi kan itu
cuma kemungkinan. Bagaimana kalau kita bicarakan kemungkinan dari sisi lainnya.
Misalnya saja, di tengah pilpres yang aman mungkin saja capres terpilih kelak
jatuh sakit mendadak lalu tampuk kekuasaan diserahkan ke wakilnya, wakil
presiden terpilih.
Sesengit apa pun
kemungkinan yang terjadi, yang jelas situasi dan kondisi ini baru dirasakan
Indonesia kali pertama. Yang jelas pula, Joni, sebut saja begitu namanya, warga
di desa pinggir pantai, masih bisa menikmati ikan-ikan hasil tangkapannya. Toh
Joni masih bisa menikmati sayur-mayur dari hasil berkebumnya sendiri.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.