ilustrasi (Foto: blogspot) |
Final Liga Champion 2014 Atletico Madrid vs Real Madrid - Seorang
perempuan mengetuk pintu. Sebuah pintu lokalisasi. Suara perempuan tua dari
dalam bergeming, “Siapa itu?”
“Berilah saya
perlindungan,” sahut perempuan pengetuk pintu. “Atas keperawanan, lindungilah
saya,” tambah si perempuan pengetuk itu. Si perempuan tua membukakan pintu.
Masuklah si perempuan pengetuk pintu tadi, menjadi penghuni untuk melindungi
diri.
Perempuan
pengetuk itu tidak lain seorang suster gereja. Pengabdi gereja. Ia mengubah
dirinya menjadi “perempuan belian”, menjadi pelayan laki-laki.
Begitulah secuil
adegan film Libertarias. Film tentang
pemberontakan di Spanyol, 1936. Sekelompok pemberontak yang tidak menyukai
kemampanan, tidak menyukai kapitalisme, dan tidak menyukai kaum-kaum rohaniawan
(gereja).
Pemberontak yang
mengatasnamakan kelompoknya dengan nama “CNT FAI”, kelompok berhaluan
komunisme, menjarah gereja-gereja. Menghancurkan pernak-pernik keagamaan.
Menjarah rumah-rumah yang bertentangan secara ideologis. Mereka menguasai
jalanan. Membawa senjata.
Bagi kaum mapan,
pemberontak itu menakutkan. Seperti adegan film Libertarias tersebut. Kekuatan
batin pengabdi Tuhan pun tidak mampu melindungi kenyataan atas perbuatan
pemberontak.
Pemberontak dan
kaum mapan Spanyol kembali terjadi. Bukan di ranah sosial-politik. Kedua
golongan itu kembali baku hantam di arena sepakbola. Level pertandingan nomor
wahid di kancah Eropa, Final Liga Champion. Pertandingan yang dihelat di
Lisbon, Portugal, Minggu (25/05) dini hari, Atletico Madrid versus Real Madrid.
Atletico Madrid
mewakili pemberontak. Real Madrid mewakili kaum mapan. Keduanya berasal dari
kota yang sama, Ibu Kota Spanyol, Madrid. Atletico mewakili kelas masyarakat
pinggirian Ibu Kota, sementara Real Madrid mewakili keas masyarakat mapan di
perkotaan.
Diego Simeone
memimpin kelompok pemberontak. Ia berasal dari Amerika Latin, wilayah
kolonialisasi Portugis-Spanyol. Dalam sesi latihan, ia kerap mengutamakan
kedisiplinan pemain. Dengan kedisiplinan pertahanan, musuh sulit menembus
jantung pertahanan.
Dalam strateginya,
Diego mengombinasi kedisiplinan dengan kejelian para pemain di lapangan. Para
pemain diharapkan jeli mengamati strategi serta keunggulan dan kelemahan lawan.
Penguasaan bola oleh lawan adalah momen menunjukkan kejelian tersebut. “Kami
senang pemain lawan menguasai bola,” kata Diego.
Bisa jadi
kedisiplinan dan kejelian para pemain Atletico Madrid menjadi momok yang
menakutkan bagi para pemain Real Madrid. Bagi kaum mapan Real Madrid, La Decima
harus melewati ketakutan itu, seperti pemberontakan CNT FAI, yang pada akhirnya
takluk di tangan kelompok moderat Spanyol.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.