ilustrasi (foto: blogspot) |
Keras dan Pembunuhan - Beberapa pekan
lalu, sebuah video stigma Islam di Amerika menyebar di media sosial Facebook.
Di dalam video itu, seorang muslim duduk di tepian jalan. Orang-orang yang
melintasi muslim tersebut menunjukkan ekspresi ketakutan.
Kompas,
Senin (12/05), menginformasikan perihal pemanfaatan muslim yang menjadi tawanan
sebagai informan. Negara Amerika –tanpa bermaksud generalisasi warga Amerika
keseluruhan- masih menyimpan ketakutan terhadap terorisme, atas tragedi 11
September 2001 silam. Seperti seorang warga muslim Afganistan, Bayjan Abrahimi,
pedagang keliling, yang ditangkap pihak keamanan Amerika, bercerita bahwa
intelijen Amerika bertanya seputar Al Qaeda, pengunjung masjid, serta perihal
masjid yang ia kunjungi.
Sementara itu,
di Afrika, tepatnya Nigeria, kelompok brutal Bako Haram melakukan teror yang
sangat keji. Mereka membunuh ratusan orang di salah satu pusat keramaian
Nigeria. Mereka menangkap dua ratus lebih perempuan remaja. Masalah perihal
Islam kembali muncul ketika latar kepercayaan kelompok tersebut merupakan
penganut Islam. Mereka dianggap sebagai bagian dari paham-paham Islam keras.
Dari
nukilan-nukilan itu, bukan tidak mungkin penganut non-Islam menyimpulkan Islam
itu keras, brutal, ahumanisme, seperti gerakan anarko di Eropa (tak mengakui
negara), emosional, destruktif, dan sebagainya. Bisa jadi mereka menyertakan
rentetan sejarah sepihak dalam dekade ini. Di Mesir terjadi perang saudara
karena kekuasaan, antara Ihwanul Muslimin dan militer. Di Libya juga terjadi
perang saudara. Di Suriah pun terjadi hal yang sama. Di Mekkah terjadi
pembunuhan oleh orang yang tak bertanggung jawab asal Iran, di era Khameini.
Belum lagi perang Irak-Iran, Pakistan-India, dan mungkin di negera-negara lain
yang terlewatkan. Motif tiap-tiap negara tersebut berbeda, tapi mereka yang
menyertakan fakta ini akan menyatakan bahwa Islam berani membunuh.
Apakah cara
pikir yang demikian, sampai menyimpulkan pula, merupakan cara pikir yang tepat?
Bagaimana dengan aspek psikologis kelompok pelaku kekerasan tersebut, bagaimana
motif politik pelaku kekerasan tersebut, bagaimana motif ekonomi pelaku
kekerasan tersebut, bagaimana latar budaya (dan keluarga) pelaku kekerasan
tersebut, dan bagaimana latar pengetahuan agama pelaku kekerasan tersebut?
“Islam” berarti
tenang, damai, maupun tentram. Islam terlahir dari situasi latar kebrutalan.
Terjadi perbudakan di mana-mana dan pembunuhan di mana-mana. Dari situasi itu
muncul pembaharuan (revolusi) sosial melalui keagamaan, Islam, melalui Nabi
Muhammad, utusan Sang Ilahi.
“Mungkin di
sinilah perintah melakukan Syurah
(musyawarah) di dalam Al-Quran itu. Bila ada perbedaan pandangan, perbedaan
sikap, perbedaan keinginan, perbedaan cara pikir, maka musyawarah adalah jalan
terbaik yang harus ditempuh,” begitu gumam saya.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.