ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, April 22, 2014

Serangan Fajar Pileg 2014




Politik Uang (Foto: Pemiluindonesiaku.blogspot.com)
Serangan Fajar Pileg 2014 - Sambil menyetir, tulang (paman) saya memberitahu bahwa siang tadi ada seorang kenalan datang ke rumah. “Ada orang nawarin uang tiga puluh ribu untuk nyoblos si anu, tapi KTP kita ditahan. Dia kasih jatah dua, untuk nantulangmu juga, jadi enam puluh ribu kan,” kata si tulang dengan nada khas Bataknya, Selasa (08/04), Siantar.
“Terus tulang ambil kan?” aku bertanya memastikan.
“Gaklah. Masa Cuma tiga puluh ribu KTP kita ditahan juga,” kata si tulang mengeluh.
Si tulang terus bercerita bagaimana maraknya bagi-bagi uang sehari jelang pemilihan legislatif (pileg). Dari yang terkecil sampai yang besar. “Di tempat tulang rata-rata seratus ribu paling banyak dibagikan,” kata si tulang, yang mencoblos di daerah Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.
Sehari setelah pencoblosan, saya berkunjung ke sanak saudara lainnya, di Pematang Asilum, Bangun, Simalungun, Sumatera Utara. Tak jauh berbeda dengan cerita si tulang, beberapa sanak saudara juga menuturkan bahwa bagi-bagi uang jelang pencoblosan atau biasa disebut serangan fajar sangat masif. “Ada malah pengurusnya yang ikut main, bagi-bagiin uang,” kata paman saya, Kamis (10/04).
“Di Siantar ngeri juga. Dapat kabar katanya di sana rata-rata dapat 200 ribu per kepala. Malah datangnya ke rumah-rumah. Kan ngeri,” kata si paman bercerita.
Begitulah cuplikan serangan fajar pileg 2014 kemarin. Meski informasi serangan fajar pileg 2014 seperti itu tidak saya alami langsung, ini mengindikasikan betapa mengerikan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam konteks politik modern saat ini. Serangan fajar pileg 2014 ini atau bagi-bagi uang sogokan untuk mencoblos seseorang calon di lembar pencoblosan menandakan demokrasi saat ini telah dipasung oleh uang. Demokrasi tidak berdasarkan suara atau sikap politik yang murni dari pikiran sendiri.
Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 313 kasus politik uang, dari pantauan di 15 provinsi. Temuan terbesar terjadi di Banten, 36 kasus. Pihak ICW menyatakan, suara rakyat bahkan dibeli seharga Rp5.000. Ada pula masyarakat yang dijanjikan akan diberi Rp2 juta setelah pencloblosan.

Apakah ini tata cara berdemokrasi, lebih tepatnya demokrasi liberal yang ditanamkan pemimpin saat ini? Saya teringat pernyataan Ignas Kleiden, bahwa demokrasi memang bukan sistem yang baik tetapi paling tidak terbaik dari sistem yang ada.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes