ilustrasi (foto: blogspot) |
Menyoal Film Noir - “Noir”. Apakah
arti kata itu? Begitulah kira-kira para peserta diskusi menyiratkan pertanyaan
atas tema diskusi malam itu, Rabu (19/03) malam di Pondok Pesantren Kaliopak,
Piyungan, Yogyakarta. Hanya beberapa peserta yang memahami, paling tidak
sekitar 3-4 peserta. Yang lainnya menunjukkan wajah kerut.
Beberapa menit
si pembicara, Agus, dari Jogja Review,
menerangkan tentang “Noir”. “Istilah Noir pertama kali diperkenalkan oleh
kritikus Perancis, Nino Frank dan Jean Pierre Chartier, pada tahun 40-an.
Namun, dalam sejarahnya, kemunculan film berciri Noir jauh lebih dahulu muncul
dibandingkan istilah,” kata dia, membacakan teks pengantarnya, dengan gelagat
gugup.
Agus terus
menjelaskan berdasarkan teks pengantara yang dia buat. Dia menjelaskan
berikisar 10-15 menit. Di akhir teks pengantarnya, dia melampirkan cuplikan
foto film yang tergolong Noir.
Agus menjelaskan
bahwa Noir merupakan satu satu gaya film. Cirinya, film tampak suram, penuh
teka-teki, penokohannya berkarakter superhero, dan latar tempat tampak
imajiner.
Dengan bermaksud
menjelaskan apa maksud Noir lebih jauh, pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak
meminta Agus menyampaikan salah satu review film yang tergolong Noir. Mahasiswa
UIN Sunan Kalijaga itu pun memaparkan review film Psiko, yang menurut dia
tergolong sebagai film Noir.
Akibat
penjelasan Agus yang kurang terang, para peserta masih tampak bingung. Hingga
jelang akhir perdebatan pun belum terjelaskan lebih detail mengenai Noir.
Setelah sekitar
kurang dari dua jam diskusi berlangsung, di akhir diskusi, Jadul Maula
melontarkan pertanyaan dasar. “Untuk apa kita mengetahui Noir? Untuk apa bagi
kebudayaan kita?” kata mantan punggawa LkiS itu.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.