ARTIKEL PINTASAN

Saturday, March 8, 2014

Meliput Menlu AS John Kerry







ilustrasi (foto: blogspot)

Minggu pagi, sekira pukul 07.00 WIB, tampak cerah. Tidak seperti hari-hari kemarin, hujan kerap mengguyur kota Jakarta. Jalanan jadi macet, becek, dan kerumuman manusia berlomba cepat bak kompetisi. Namun tidak Minggu pagi itu.
Perjalanan dari kosan, Cempaka Putih, menuju lokasi liputan, Masjid Istiqlal, tidak ada hambatan. Perjalan tidak memakan waktu lama, hanya sekira 20 menit.
Setibanya di depan gerbang masuk masjid terbesar se-Asia Tenggara, tidak terlihat seorang wartawan pun menanti liputan. Padahal, sebelumnya, berdasarkan informasi melalui telepon seluler, wartawan diharapkan kumpul di gerbang masjid sebelah gereja Katedral. Hanya polisi, bersiap siaga di tepi gerbang.
Guna menghindari polisi, karena plat motor mati, depan masjid Katedral jadi sasaran parkir. Perlahan bagai sisa hujan di genting mungkin perhatian pada jarak antara masjid dan gereja. Dua bangunan yang saling berhadapan. Di trotoar gereja para penjaja makanan saling bercengkrama satu sama lain. Para pengunjung gereja tampak ramah. Namun, di seberang, di trotorar masjid, polisi berjaga-jaga.
Selang beberapa menit para wartawan telah berkumpul di sisi masjid. Mereka duduk menanti instruksi selanjutnya dari para pelobi, antara tim keamanan Amerika Serikat dan Kedutaan AS di Indonesia (WNI).
Jelang kedatangan tamu, John Kerry, para wartawan sibuk mengikuti instruksi pelobi. “Wartawan yang ada di list saja yang boleh masuk. Kru TV juga cuma kameramen yang bisa masuk. Selebihnya silakan tunggu di sini saja,” kata pelobi itu, yang setanah air dengan para wartawan.
Hanya ada 13 wartawan yang boleh masuk meliput kunjungan Menlu AS John Kerry ke Masjid Istiqlal. Wartawan lainnya, sekitar 6 orang, menunggu di luar masjid.
**
“Lu liputan apa tadi di masjid Istiqlal?” kata Alfa, seorang aktivis, selepas bermain futsal di salah satu lokasi futsal Kuningan, Minggu malam.
“Liputan Menlu AS John Kerry. Tapi gak boleh masuk,” aku menjawab pertanyaan tersebut.
“Lu harusnya bilang, ‘ini Negara siapa woi. Negara-negara kita, yang susah nyari merdeka kita, kok masih aja dilarang-larang pejabat asing’. Harusnya dia yang kita larang,” kata Alfa mengeluh, sembari tersenyum kecil.
“Susah, bro. Sekuriti Amerika kayak gitu, ketat. Tegas. Gak ada kompromi, beda dengan masyarakat timur yang cenderung kompromis,” kataku.
Dialog kecil ini bakal mengusik arti kemerdekaan dan kebebasan bangsa Indonesia. Sejak lama sebelum kemerdekaan secara defacto disahkan pada 17 Agustus 1945, perjuangan rakyat di Nusantara kala itu hanya satu, kebebasan dan kemerdekaan. Bebas dalam arti mandiri menentukan sikap dan pilihan. Merdeka dalam arti kesejahteraan.
Para wartawan itu telah mencerminkan alam pikiran sosial bangsa Indonesia tersubordinasi oleh bangsa Amerika Serikat, meski memang mereka (rombongan John Kerry) tengah menjalankan tugas keamanan.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes