ARTIKEL PINTASAN

Thursday, March 27, 2014

Lombard, Menulis Pembaratan





ilustrasi (foto: blogspot)

Lombard, Menulis Pembaratan - Pulau Jawa, bagian dari cerita masa lalu Nusantara, dianggap eksotis. Kekayaan alam dan letak geografis yang strategis sangat potensial secara ekonomis. Lebih dari itu, Prof Lombard menampilkan citra kompleks tentang Jawa. Kompleks karena mampu (semacam) menjadi ensiklopedi (sejarah). Menarasikan sosio-kultural, perihal Pulau Jawa dan penduduknya. Penekanannya ialah mental.
Begitulah apa yang disampaikan Ipang dalam mukadimah diskusi yang ia “pimpin”, di Pondok Kaliopak, Piyungan, Yogyakarta, Rabu (26/03). Ipang menyajikan karya Prof Lombard, sebuah pembacaan ulang, menurut dia, yang disajikan kembali di ruang diskusi mingguan.
“Karyanya ada tiga jilid. Saya baru bisa mengulas jilid satu. Intinya itu pencitraan Indonesia di masa lalu, Nusantara,” kata dia, selaku pembicara.
Lelaki bertubuh gempal ini tidak lupa mengawali uraiannya dengan aspek latar. Dengan memaparkan adanya sisi keterputusan penyusunan sejarah kemajuan Islam di Timur, dia menegaskan bahwa keterputusan tersebut harus dipandang dengan bijak untuk memahami bagaimana pula perkembangan selanjutnya agar dapat memahami Lombard. “Lombard hidup di masa setelah adanya perbaikan penulisan sejarah perkembangan Islam,” kata dia.
Dia memaparkan, karya Lombard bisa digunakan memahami masa lalu, baik memahami siapa bangsa ini maupun siapa etnis kekitaan. Hal itu bermaksud, memahami masa lalu dan mendefinisikan melalui masa depan.
“Ini mempertaruhkan siapa sih saya,” kata dia kepada 11 peserta diskusi.
Sementara itu, di dalam materi pengantar yang sengaja difotokopi oleh Ipang, menjelaskan bahwa buku itu (tiga bab) terhitung lebih dari 1.000 halaman, dengan 2.500 catatan kaki, daftar pustaka 60 halaman serta 45 halaman daftar pustaka.
“Singkatnya tulisan ini dapat disifatkan sebagai semacam ensiklopedi sejarah sosio-budaya Jawa dalam konteks Asia dan dunia. Disainnya bersifat lawan sejarah, dalam arti bahwa jilid pertama membicarakan occidentalisation, pembaratan atau pengaruh kebudayaan Barat/modern di Jawa; jilid kedua menempatkan Jawa dalam dua jaringan Asia utama: jaringan (atau nebula, dengan istilah yang disukai Lombard) dunia Islam dan Nebula Cina; sedangkan jilid ketiga menguraikan batas-batas indianisation atau pengindiaan,” papar A Teeuw dalam materi yang difotokopi tersebut, pernah ditayang di Harian Republika, 24 Oktober 1993.

Diskusi yang mengarah pada kepemahaman orientalis itu beberapa kali membingungkan, menyebabkan suara kritis, hingga pesimisme para peserta diskusi. “Diskusi-diskusi seperti ini (kajian postkolonial sudah banyak, tapi aksinya belum terlihat. Belum ada gitu yang terlihat fokus, teliti, dan telaten yah,” kata Ipang, dalam menjelaskan adanya diskursus postkolonial yang ditulis Barat itu sendiri.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes