peta pencarian pesawat MH370 (foto: blogspot) |
Jokowi dan Pesawat MH370 - Pencapresan
Jokowi dan hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 adalah dua wacana yang
terus mengisi media-media massa belakangan ini. Jokowi disorot karena konon
katanya satu-satunya capres terpopuler. Pencapresan Gubernur DKI Jakarta itu
tentu memunculkan prediksi awal khalayak, Indonesia akan dipimpin oleh Jokowi
setelah era SBY selesai. Sementara pesawat MH370 hilang tanpa diketahui
keberadaannya secara pasti, kecuali prediksi dan prediksi. Padahal, pencarian
pesawat telah dilakukan puluhan negara. Sudah berminggu-minggu, hingga saat
ini, Kamis (27 Maret 2014), belum ada kepastian ril perihal bangkai pesawat
tersebut.
Pencapresan
Jokowi disukai pasar. Pendeklarasian Jokowi pada Jumat dua pekan lalu diikuti
imbas positif pasar. Hal itu terlihat dari kepercayaan pemodal mengucurkan
modalnya, sehingga berimbaslah pada yang lainnya. Lantas, seperti pandangan
umum yang telah berkembang, benarkah Jokowi pesanan pengusaha? Lebih baik
meninggalkan pertanyaan itu, dan menyimpulkan saja bahwa Jokowi merupakan figur
yang disukai pasar. Mereka yang menyukai bukan semata berasal dari dalam
negeri. Dapat diasumsikan bahwa mereka berasal dari luar negeri, orang asing
yang bermain modal di Indonesia.
Tentu mereka
telah memperkirakan, seperti permainan catur, melihat situasi politik di
Indonesia belakangan ini. Wilayah perundangan-undangan dalam beberapa tahun
belakangan ini menjadi pemicu kehati-hatian mereka. Posisi mereka tidak aman
dalam pengelolaan dan penerbitan undang-undang itu. Padahal, mereka masih ingin
terus mengendalikan (eksplorasi) sumber daya alam Indonesia. Salah satunya
ialah Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, yang sejak 2012 digoyang dan tidak
ada kepastian yang menguntungkan mereka. Untuk “pengamanan” itulah mereka
seperti bermain catur, mana figur yang layak dan mana figur yang tidak layak.
Mana calon yang menguntungkan dan mana calon yang tidak menguntungkan.
Setali tiga
uang, momen pencapresan itu kiranya boleh kita mengaitkan dengan pencarian
pesawat MH370. Berawal dari asumsi Jadul Maula, yang menyatakan bahwa pencarian
pesawat menunjukkan strategi “penguasaan terselubung” wilayah kelautan di
sepanjang laut China dan sekitarnya. Jadul memprediksi, China dan asia sekitar
Cina menjadi tujuan “pengintaian” Amerika Serikat. “Mereka nantinya terus
bilang mencari dan mencari. Lalu mereka membuat semacam pelabuhan-pelabuhan
kecil untuk kapal-kapal. Kebanyakan mereka dari AS dan sekutu kan,” kata Jadul.
Ternyata,
perkembangan terkini, fokus pencarian pesawat yang sebagian penumpangnya (6
orang) merupakan warga negara Indonesia itu bergeser ke perairan terdekat dari
Australia. Tentu saja pandangan di atas itu dapat berterima dengan memunculkan
pertanyaan-pertanyaan sederhana dan mendasar. “Masa sih teknologi sudah
secanggih ini sulit menemukan pesawat sebesar itu? Kemana aja satelit-satelit
dunia? Masa sih minyak avtur tidak berbekas jika pesawat tercebur ke laut?
Kenapa pencarian pesawat cuma dilakukan negara-negara Amerika dan sekutunya?
Mana kekuatan teknologi negara-negara anti-Amerika?”
Dari uraian itu,
tampaknya layak diasumsikan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang
perlu diwaspadai AS. Asosiasinya, bisa saja karena kewaspadaan ekonomi,
sosial-politik, maupun lainnya. Sebagai negara yang dekat dari Laut China
maupun Samudera Hindia, Indonesia hanya salah satu negara kecil yang disasar
“pelabuhan ilegal” AS dan sekutu. Strategi itu tidak akan efektif tanpa upaya
pendorongan pemimpin yang terkontrol.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.