naskah kuno (foto: blogspot) |
Islam Nusantara - Pesawat itu (MH370) sudah sekian hari tidak ditemukan, sehingga
membuat banyak pihak berspekulasi maupun berasumsi keberadaan serta keadaan
pesawat Negeri Jiran tersebut. Di lain tempat, Rusia, lewat kepemimpinan bekas
intelijen Rusia, Vladimir
Putin, kini melakukan
“perluasan” ke Ukraina. Di Selatan Benua Amerika kecambuk kepeminpinan
Venezuela tak kunjung usai setelah kematian Presiden Hugo Chavez beberapa bulan
yang lalu, dengan ditengarai adanya intervensi negara adikuasa. Selain itu, pun
persoalan-persoalan di Timur Tengah yang tak kunjung usai.
“Kayak gini bisa
buat Perang Dunia,” begitu Jadul Maula mengomentari, berprediksi, soal
“kekacauan” dunia saat ini, pekan kemarin, di beranda Pondok Pesantren
Kaliopak. Analisis seperti itu mengingatkan bagaimana bapak lima anak ini
memandang sejarah Islam di Indonesia.
Sejarah Islam di
Indonesia tidak bisa dipandang hanya dari satu titik wilayah saja. Dengan
berupaya sekonprehensif mungkin dan dengan struktur yang selalu berupaya
mendekati kesempurnaan, Jadul Maula memandang bahwa sejarah kelahiran Islam
harus dipandang seumpama puzzle. Baginya, puzzle tersebut telah berserakan dan
tugas kita berusaha menyempurnakan serakan menjadi suatu gambar yang utuh agar
mampu memahami teka-teki gambar yang utuh.
“... hendaknya
dinikmati seperti permainan puzzle di
mana setiap ‘penemuan’ atau teori dianggap sebagai satu potongan yang tidak
sempurna, yang harus segera dicarikan potongan/teori lainnya untuk digabungkan atau
dihubung-hubungkan atau dikombinasikan, dengan berbagai cara, baik menyamping,
menyilang atau memutar, sehingga memperoleh bentuk atau gambar semakin
mendekati kesempurnaan, terus menerus. Oleh karenya tidak dapat dibayangkan
bahwa Islam masuk ke nusantara pada suatu waktu tertentu, oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan profesi, motif dan identitas keagamaan yang homogen,
kemudian secara linier berkembang dan menyebar ke seluruh nusantara,” kata
pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak ini, seperti dimuat di jurnal Tashwirul Afkar, edisi 19 Tahun 2006.
Baginya, cara
memahami sejarah Islam yang tidak komprehensif merupakan cara pikir yang tidak
realistis. Pemisahan maupun pengotakan menyebabkan ketidakjelasan pada
bagian-bagian tertentu, yang mungkin saja menjadi bagian penting. Apalagi,
sesungguhnya suatu bagian itu tidak terpisahkan dari bagian lainnya.
Hal yang tidak
komprehensif itu pula yang menyebabkan Jadul Maula berang tanpa orang yang
ditujukan kala dirinya membaca buku Islam: A Short Story karangan Karen
Amstrong, sebuah ulasan sejarah Islam dunia dari zaman Jahiliyyah dan kelahiran
Nabi Muhammad Saw (6-7 M) hingga era Muhammad Khatami. “Amstrong juga berbicara
tentang problem minoritas muslim di Eropa dan Amerika, wacana tentang ‘negara
Islam modern’, ‘fundamentalisme’ dan sejenisnya. Tapi ‘aneh’ tak ada satu pun
kata Indonesia disebut dalam bukunya itu, apalagi mengenai sejarah Islamnya
maupun dilema-dilema dan eksperimentasi keberagaman penduduk muslimnya, yang
konon terbesar di dunia ini,” tulis Jadul Maula.
Menurut Jadul,
Amstrong mengabaikan sejarah apa yang ia sebut “Islam Nusantara”. Pengumpulan
serpihan-serpihan sejarah, mengaitkannya, serta memahami dengan cara
multidisiplin itulah bagi Jadul Maula disebut sebagai sejarah “Islam Nusantara”.
Islam Nusantara hadir karena adanya penyebaran Islam ke Aceh, Palembang, Kediri,
Gresik, dan lainnya. Islam Nusantara ada karena penyebar Islam berasal dari
Arab, India, Persia, Campa, Cina, Asia Tengah, dan lainnya. Karena itu, dia
menganggap bahwa Islam di nusantara ini tidak lahir hanya berdasarkan satu
tolak ukur aliran ataupun bagian dari Khawarij atau Mu’tazilah.
“Padahal
sesungguhnya, studi Islam Nusantara adalah wilayah studi yang semestinya
dikembangkan untuk menjadi jembatan kreatif antara studi Islam Lokal dengan
Islam Indonesia,” tulis Jadul.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.