Songket asal Flores (Foto: Blogspot) |
Antara Kolektor dan Penenun
Hudi Suharnoko mengaku senang
mengoleksi. Alasannya, kesenangan diri dan pelestarian budaya. Kesenangan itu
terwujud dari proses menjaga kain-kain “klasik” dan proses mendapatkan.
Ada trik khusus memelihara
ratusan koleksi yang telah dia geluti sejak tahun 80-an. Pertama, perhatikan suhu udara. Bahan tenunan akan bercorak belang
apabila diletakkan di ruang yang terkena sinar matahari. Kedua, usahakan tidak menumpuk. “Jika terpaksa ditumpuk karena
keterbatasan ruangan, tumpukan harus rutin dirolling (dipindahkan dari atas ke
bawah). Letakkan kain yang paling berat di tumpukan terbawah. Kalau tidak
begitu, justru akan menyebabkan tampilan rusak,” ucap dia menjelaskan, dengan
disertai gerak kedua tangan.
Selanjutnya, apabila mencuci kain
cukup gunakan air dingin. Tidak perlu diperas, tetapi cukup diremas-remas
dengan cara memanjangkan ke bawah. Cukup dijemur di ruangan khusus, tanpa sinar
matahari. Setelah kering, cukup dilipat dua lipatan. “Begitulah apresiasi saya
menikmati koleksi-koleksi saya. Apresiasi pembantu atau orang lain pasti
berbeda menjaga koleksi itu,” kata dia.
Bagi anak mantan Menteri
Perindustrian RI Suharnoko Harbani ini, dia selalu bersedia menerima pinangan
museum-museum. Koleksinya telah pernah dipinang museum tekstil di Jakarta,
museum batik di Pekalongan, hingga museum The Oriente di Lisboon, Portugal. “Saya
beri selama itu menjaga kelestarian budaya saya, leluhur ibu saya. Ibu saya
tidak mau disebut kolektor, meski dia mendirikan himpunan pecinta busana
tradisional,” kata dia.
Suharno pernah menghabiskan
uangnya puluhan juta untuk satu kain tenun. Berbeda dengan kolektor, penenun
justru sering mendapati kesulitan hidup. Kain tenun merupakan pendapatan utama
para penenun di Manggarai Tengah.
“(Selama) seminggu kami
menghasilkan satu lembar kain tenun. Modalnya, buat beli benang dasar, sekitar
Rp50-Rp100 untuk per lembar. Hasil tenunan kami jual rata-rata Rp250.000,”
Nikolas.
Nikolas bercerita bahwa harga
bisa jatuh menjadi Rp50.000 apabila keluarganya sedang membutuhkan biaya.
Bahkan, kain tenun pun bisa menjadi barang barteran untuk mendapatkan komoditas
petani yang ia butuhkan.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.