ARTIKEL PINTASAN

Thursday, December 26, 2013

Bunga Leluhur dari Flores (bagian II)




Songket asal Flores (Foto: Blogspot)
Antara Kolektor dan Penenun
Hudi Suharnoko mengaku senang mengoleksi. Alasannya, kesenangan diri dan pelestarian budaya. Kesenangan itu terwujud dari proses menjaga kain-kain “klasik” dan proses mendapatkan.
Ada trik khusus memelihara ratusan koleksi yang telah dia geluti sejak tahun 80-an. Pertama, perhatikan suhu udara. Bahan tenunan akan bercorak belang apabila diletakkan di ruang yang terkena sinar matahari. Kedua, usahakan tidak menumpuk. “Jika terpaksa ditumpuk karena keterbatasan ruangan, tumpukan harus rutin dirolling (dipindahkan dari atas ke bawah). Letakkan kain yang paling berat di tumpukan terbawah. Kalau tidak begitu, justru akan menyebabkan tampilan rusak,” ucap dia menjelaskan, dengan disertai gerak kedua tangan.
Selanjutnya, apabila mencuci kain cukup gunakan air dingin. Tidak perlu diperas, tetapi cukup diremas-remas dengan cara memanjangkan ke bawah. Cukup dijemur di ruangan khusus, tanpa sinar matahari. Setelah kering, cukup dilipat dua lipatan. “Begitulah apresiasi saya menikmati koleksi-koleksi saya. Apresiasi pembantu atau orang lain pasti berbeda menjaga koleksi itu,” kata dia.
Bagi anak mantan Menteri Perindustrian RI Suharnoko Harbani ini, dia selalu bersedia menerima pinangan museum-museum. Koleksinya telah pernah dipinang museum tekstil di Jakarta, museum batik di Pekalongan, hingga museum The Oriente di Lisboon, Portugal. “Saya beri selama itu menjaga kelestarian budaya saya, leluhur ibu saya. Ibu saya tidak mau disebut kolektor, meski dia mendirikan himpunan pecinta busana tradisional,” kata dia.
Suharno pernah menghabiskan uangnya puluhan juta untuk satu kain tenun. Berbeda dengan kolektor, penenun justru sering mendapati kesulitan hidup. Kain tenun merupakan pendapatan utama para penenun di Manggarai Tengah.
“(Selama) seminggu kami menghasilkan satu lembar kain tenun. Modalnya, buat beli benang dasar, sekitar Rp50-Rp100 untuk per lembar. Hasil tenunan kami jual rata-rata Rp250.000,” Nikolas.

Nikolas bercerita bahwa harga bisa jatuh menjadi Rp50.000 apabila keluarganya sedang membutuhkan biaya. Bahkan, kain tenun pun bisa menjadi barang barteran untuk mendapatkan komoditas petani yang ia butuhkan.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes