Songket asal Flores (Foto: blogspot) |
Bunga Leluhur dari Flores - Kain-kain daerah berjajar. Mulai
dari pintu masuk ruangan, selembar kain menghampar di dinding, bermotif
binatang. Setiap dinding bertengger lembaran kain tenun berbeda motif.
Rata-rata, motif tenun seperti jejaring, saling terkait. Mengingatkan makna motif
kotak-kotak dari lingkup Jawa, bahwa makna motif kotak berarti persaudaraan.
Di sebelah kiri, dari pintu
masuk, tetamu duduk saling berbincang. Rata-rata mereka menggunakan kain sarung
maupun selendang tenun. Di ruang panggung utama, beberapa orang berseragam khas
daerah, berwarna kuning-hitam-putih, berbaris menyiapkan sesuatu pertunjukan. Mereka
terdiri dari tiga laki-laki dan tiga perempuan. Terhitung tidak lebih dari lima
menit, mereka maju, diiringi musik tekno-keyboard. Mereka mempertunjukkan
tari-tarian khas. Berpegangan tangan, saling seling antara lelaki dan
perempuan, hingga kemudian membentuk lingkaran. Kaki dan tangan senada dengan
irama musik. Kaki mereka lebih lincah dibandingkan tangan. Kaki kanan mereka
maju mundur, sementara kaki kiri tetap di tempat.
Malam itu, hujan sedang mengguyur
hujan, tetapi tidak meredam kehangatan tetamu. “Demikianlah tari pembuka, yang
biasa ditarikan untuk penyambutan tamu di Flores,” kata MC, dengan sambutan
tepuk tangan tetamu.
Rangkaian penutupan acara Pesona Tenun Indonesia Bagian Tenggara: dari
Bali ke Timor, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Barat, Sabtu (14/12),
hanya tarian pembuka, kata sambutan kolektor, pemberian bingkisan kepada para
penenun, dihadirkan dari Kabupaten Manggarai, Flores, dan tarian penutup.
Selanjutnya, tetamu dipersilakan menikmati tenunan pameran tenunan di setiap
penjuru dinding ruangan, sebelum dipersilakan makan malam.
Tenun songket, bila diucap warga
Manggarai menjadi “songke”, merupakan kain khas Flores. Bahannya dari katun
pintal, dalam industri tekstil biasa disebut serat sintetis. Salah satu jenis
songketnya ialah lungsi, pakaian khas masyarakat adat Manggarai, masih terkait
dengan kain khas suku Bugis. Ada banyak jenis songket lainnya terpampang.
Pameran yang digalang oleh delapan
kolektor dan Bentara Budaya Jakarta itu menghadirkan ratusan kain tenun.
Kedelapan kolektor tersebut, yakni Hudi Suharnoko, Jo Seda, Caesil
Papadimitriou, Barbara Johnson, Helmy de Korver, Felomena Reiss, Asmoro
Damaiss, dan Andry Garu. Tari-tarian Flores menutup pameran antara kolektor dan
penenun itu. Selain ajang pameran, mereka sengaja menyediakan ruang berjualan
bagi para penenun.
“Kami adakan acara seperti ini
untuk mengenalkanhasil budaya nusantara ke masyarakat. Saat ini pengenalan
budaya nusantara sangat minim. Masyarakat kita, khususnya di perkotaan, lebih
menyukai budaya-budaya luar,” kata kolektor tenun, Hudi Suharnoko, kepada
Kabar3.
Sementara bagi para penenun,
selain mengenalkan hasil tenunan mereka, mereka berharap mendapat nilai ekonomi
berbentuk sumbangan, untuk pelestarian budaya di Flores Selatan. “Rencananya,
dari sumbangan, ada 9 rumah adat yang akan kami bangun. Rumah berbentuk
khsusus, kerucut, dan ada ornamen khas berupa sayap. Sayap itu bermakna
pelindung,” kata Nikolas Husein, 75, tetua kelompok penenun di Manggarai
Tengah.
Kesembilan rumah adat itu, bagi
mereka, adalah pesan para tetua adat. Pelestarian budaya adat di Manggarai itu
sama halnya dengan pelestarian motif-motif di tenunan. “Motif khas tenunan kami
(Manggarai) adalah bunga-bunga. Bentuk bunganya macam-macam, tergantung selera
si penenun. Bunga itu bermakna, kehidupan ini selalu ada permasalahan. Bisa
dibilang bunga kehidupan . Serumit apa pun masalah hidup, pasti ada jalan
keluarnya, seperti bunga itu,” kata Nikolas.
Di luar ruangan, hujan masih
mengguyur, seperti malam-malam sebelumnya. Begitu khawatirnya kolektor pada
malam kedua, 6 Desember, karena perkiraan pengunjung akan sedikit, sehingga
pembeli tenunan khas dari Indonesia bagian tenggara otomatis sedikit. Malam
terakhir itu, seorang kolektor mengaku lega setelah mengetahui pembeli cukup
lumayan.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.