ilustrasi (foto: blogspot) |
“Lindungi, lindungi...”
“lestarikan. Mari kita lestarikan!”
Kira-kira begitulah inti dari kampanye sebagian
kelompok pecinta budaya dan pengagum budaya masa lalu. Kampanye cukup masif.
Bukan maksud mendiskreditkan kelompok ataupun individu seperti itu.
Persoalannya adalah bagaimana sinkroninasi logika berpikir dengan kenyataan.
Sebut saja Mrs X. Saya temui di suatu acara
kebudayaan. Ia merupakan kolektor kain-kain tradisional. Perawakannya gempal
dan putih. Dalam acara tersebut, ia maju ke arena depan para tetamu. Sesaat
namanya dipanggil MC, ia meletakkan dua tas rangkulan, berupa tas jinjing.
Saya coba pinjam cara pikir Christoper dalam film In To The Wild. “Mengapa mereka
menunjukkan sikap kemunafikannya?” begitu kira-kira Christoper, yang memilih
pergi ke hutan setelah lulus studi, mempertanyakan sikap ilmuan di dunia.
Christoper memandang, ilmuan itu mengetahui hal-hal
yang patut dihindari, tetapi di sisi lain ilmuan justru melakukan hal yang
harus dihindari tersebut. Seumpama jauh panggang dari api, jauh dari apa yang
sesungguhnya dipikirkan. Di satu sisi hidup begini lebih baik, tetapio di sisi
lain justru kenyataan tidak demikian.
Seorang aktivis kiri, yang memasuki usia senja, kini
telah tiada, pernah mengucap kepada saya. “Aku benci orang-orang yang bilang
peduli kepada orang miskin, tetapi di sisi lain dia naik mobil mewah atau motor
gede. Begitu kan borjuasi yang dikritik Karl Marx,” katanya dengan tegas.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.