Zaman Tombol - Saban
hari si Anu tertunduk di depan meja. Sambil senyum-senyum, dia khusyuk memandangi layar kecil itu. Entah apa yang
diperbuatnya, yang jelas dia sedang berinteraksi
dengan layar kecil itu.
Lain
lagi si Inu. Saban hari dia berangkat ke kantor dengan bus umum. Saban hari itu
pula dia menggunakan penutup lubang telinga. Ternyata, penutup lubang telinga
itu terhubung pada layar yang mirip dengan layar si Anu.
Mungkin
kita juga pernah berbuat demikian. Berinteraksi dengan layar. Berdendang ria dengan
keterhubungan layar. Ya, layar itu tak lain adalah telasen (telefon layar
sentuh).
Melihat
keramaian orang-orang demikian berarti melihat kondisi bangsa dan zaman. Telasen
yang digunakan bukan semata komoditas, melainkan juga menggambarkan kondisi
bangsa dan zamannya.
Coba
tengok, dari sekian banyak merek telasen, adakah telasen anak negeri yang kita banggakan?
Jika melihat prestisius, tentu telasen luar negeri lebih prestise. Apalagi, telasen
anak negeri cuma dianggap "produk latah".
Ini
menandakan bahwa bangsa kita adalah bangsa pengekor dan bangsa yang tidak
produktif. Selalu ikut-ikutan dalam hal penciptaan produk. Sifat bangsa yang subordinatif,
selalu maunya di bawah ketiak bangsa lain.
Lantas
bagaimana dengan zaman? Jika ihwal penyabutan zaman itu berdasarkan kuantitas
objek yang digunakan, seperti "zaman batu", zaman ini lebih tepat disebut
"zaman tombol". Bukan lagi zaman-zaman besi seperti disebut-sebut
oleh sosiolog modern untuk menyebut zaman industrialisme.
Coba
refleksikan, berapa kali kita menggunakan tombol dalam sehari? Sekali? Dua kali?
Atau puluhan kali? Terhitung sejak bangun tidur, awalnya ada di antara kita segera
melihat telasen atau sejenisnya (hp). Lantas berangkat menggunakan motor atau
mobil, juga memencet tombol. Ada pula yang menyalakan televisi, pasti memencet
tombol.
Jika
penulis Jepang ada yang memprediksi kepala manusia akan lebih besar dari sekarang
serta kaki mengecil pada 500 tahun mendatang, maka kiranya jari-jari manusia
akan membesar dan keras pada tahun tersebut. Penggunaan jari setiap saat akan
memberi perubahan ukuran jari tersebut. Bisa saja, mungkin dua kali lipat dari sekarang.
Astaga...
Yang
jelas, zaman ini adalah zaman dehumanisasi. Etika, keindahan, dan kebaikan secara
perlahan berubah menjadi tata nilai yang bergantung pada tombol si teknologi.
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.