ARTIKEL PINTASAN

Sunday, October 6, 2013

Ulasan Film Hugo: Waktu




sampul film Hugo (blogspot)
Ulasan Film Hugo: Waktu - Jam sebagai penanda waktu. Ia hanya melekat di dinding. Ia hanya dibiarkan begitu saja. Tanpa disadari si empu jam dinding. Begitulah waktu, terabaikan. Akibat keterabaian itu, ketika mengingat kembali, muncul ungkapan, “Wah, sudah hari Minggu lagi ya. Perasaan baru aja kemarin hari Minggu.”
Dalam film Hugo, waktu adalah cita-cita. Tokoh utama film Hugo menghabiskan waktu di dalam jam kota. Hugo Cabret (Asa Butterfield), si aktor utama, pemuda bocah berusia 12 tahun, hidup di tengah-tengah kebesaran jam kota tersebut. Menandakan dia berada di dalam keterkurangan waktu.
Cita-citanya hanya menemukan suatu benda, pelengkap automaton –sejenis robot tanpa energi. Sebelum ayah Hugo meninggal, automaton menjadi tugas mereka berdua untuk menjadikan automaton bergerak. Pada suatu peristiwa –tanpa jelas sebab-musababnya, sehingga membuat film ini berplot buruk- ayah Hugo meninggal. Hugo pergi dari rumahnya, dibawa pamannya ke dalam bangunan jam kota. Hugo membawa automaton. Di sanalah, Hugo bercita-cita menyelesaikan automaton menjadi sempurna.
Cita-cita adalah impian. Impian itu dicapai dengan berbagai cara, berbagai ketentuan, dan banyak waktu. Impian merupakan kepuasan diri. Di sisi lain, impian bisa menjadi bumerang bagi diri. Bagi Hugo, impiannya adalah impian ayahnya. Berbagai cara dan banyak waktu ia selalu gunakan untuk melengkapi automaton.
Hugo (kanan), ayahnya (kiri), dan automaton (tengah)
Banyak hal-hal transendal dalam kehidupan Hugo. Hal yang tak bisa dinalar manusia. Semacam suatu kebetulan. Kebetulan itu, misalnya, si A pergi ke kantor membawa jeruk dan apel dan si B juga melakukan hal yang sama dengan jumlah jeruk dan apel yang sama. Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Keduanya bertindak seolah-olah telah berjanji membawa apel dan jeruk ke kantor dalam jumlah yang sama. Begitu pula Hugo, pertemuannya dengan tokoh-tokoh lain serba kebetulan –secara strategi plot fiksi, kebetulan sangat menjemukan karena seolah-olah pembuat fiksi tidak kreatif.
Serbakebetulan itu dapat disadari dengan waktu. Hugo hanyalah anak kecil yang sukses meraih impian dengan melewati banyak peristiwa serbakebetulan.

Catatan: karena resensi film Hugo telah dimuat di Wikipedia, silakan baca resensi lengkapnya di Wikipedia.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes