ARTIKEL PINTASAN

Tuesday, June 18, 2013

Sejarah, Filsafat, dan Politik di Balik Bola







Judul Buku: Bola di Balik Bulan
Penulis Buku: Sindhunata
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara
Cetakan: Mei 2002
Tebal: 296 halaman
ISBN-13: 979-709-026-4


Olah raga terbesar di dunia saat ini ialah sepak bola. Sepak bola tumbuh seiring kontribusi sistem industri yang mampu menghidupkan semarak sepak bola. Penontonnya ada di lapangan (pertandingan) dan di balik layar televisi antarnegara. Di negeri berpenduduk 260 juta jiwa, olah raga ini paling digemari masyarakat ketimbang olah raga lainnya.
Sepak bola telah menjadi bagian dari industri kapitalis. Begitu pernyataan yang tertera di dalam buku Bola di Balik Bulan ini. Penulisnya, Sindhunata, mengingatkan bahwa sepak bola bukan sekadar olah tubuh, sepak bola bukan sekadar hubungan antara suporter dan para pemain, dan sepak bola bukan sekadar stadion.
Sindhunata, seorang akademisi filsafat ini, mengulas berbagai sudut, ruang, maupun kacamata seputar sepak bola dari aspek sejarah, aspek filsafat, dan aspek politik. Judul per judul pernah dipublikasi di media cetak, namun tidak membuat karya tulis dari tangan seorang wartawan ini tidak relevan lagi bila pembaca memahami tulisannya dalam konteks sepak bola kekinian.
Batas antara politik dan sejarah cukup sulit ditemui di tiap-tiap judulnya. Mantan Pemimpin Redaksi Basis mengisyaratkan lewat cara penulisannya, sejarah, filsafat, dan politik saling terkait. Tidak pernah berdiri sendiri, utuh sebagai suatu keadaan mandiri. Begitu sepak bola dipandang Sindhunata.
Di dalam sepak bola hanya ada dua wujud karakter tim bermain, menyerang atau bertahan, bak sebuah perang. Sindhunata mengurai “defensif” secara filosofis. Dalam sistem defensif ini, pemain hanya betah di daerahnya sendiri. Bertualang di daerah lawan sebisa-bisanya diminimalkan. Ide untuk membuat dan menentukan permainan, inisiatif untuk menyerang, memprovokasi agar lawan juga menunjukkan pola permainannya, semua adalah “larangan” dalam birokrasi sistem defensif. Sebaliknya, menanti dan mengharapkan lawan melakukan kesalahan, menanti kesempatan “counter”, itulah diktat defensif. (hlm 25)
Komentator-komentator televisi kerap pula terdengar mengeluarkan pernyataan keberuntungan di dalam sepak bola. Gol atau tidak gol dianggap keberuntungan tim. Cedera atau tangguhnya pemain juga kadang dianggap keberuntungan. Tiang luar maupun tiang dalam juga dianggap keberuntungan tim. Bagi Sindhunata, sisi filosofi perihal keberuntungan itulah yang dikedepankan, bahwa keberuntungan bukan gejala pencapaian manusia. Maka biarlah pertandingan menjadi saksi akan apa yang seharusnya paling wajar terjadi dalam hidup manusia ini, yakni bahwa dalam kehidupan manusia yang biasa keberuntungan itu sebenarnya hanyalah hal yang tersisa atau hasil samping dari suatu usaha dan jerih payah manusia habis-habisan. (hlm 166)
Tulisan dari judul ke judul selalu ada fakta-fakta up to date, sehingga mungkin saja mampu menyegarkan pembaca. Meski sisi sejarah adalah jalur utama tulisan dalam satu judul, Sindhu mampu membawanya kembali, dari masa lalu ke masa kini. Kreativitas itu muncul justru karena krisis dan kekacauan. Itulah tampaknya mentalitas orang Italia. Sedikit banyak mentalitas ini pula yang terasa hidup dalam dunia sepak bola mereka. Mencoba dan mencoba membangun diri dari krisis ke krisis. Itulah senantiasa dikerjakan persepakbolaan Italia. (hlm 264)
Rakyat Brasil tahu, penindasan yang diawali di zaman Columbus itu berlanjut sampai kini. Meski hanya lewat bola, Brasil telah berhasil merebut kembali Amerika dan orang Eropa. Mereka mengalahkan “orang Eropa” justru di tanah di mana dulu mereka ditindas dan diinjak (hal 221). Meski zaman Columbus telah berlalu beberapa abad silam, Sindhu membawa kembali ke ingatan pembacanya bahwa pertandingan sepak bola pun mampu menggiring ingatan-ingatan para penontonnya pada perihal sejarah, baik sejarah negeri atas kedua tim maupun sejarah politik etnis antarkedua negara tim yang bertanding.

Sejarah dan politik merupakan dua arah yang berjalan linier. Dari dua sisi itu membaur, seperti pula membaurnya di dalam tulisan yang berjudul “Perebutan Takhta Britania”, salah satu judul dari 45 judul keseluruhan. The battle! Perang, inilah yang akan terjadi di stadion Wembley, Inggris dan Skotlandia, dua Auld Enemy, musuh bebuyutan akan saling berlaga untuk membuktikan siapakah pilar Kerajaan Britania Raya (“Perebutan Takhta Britania” hlm 282). Sikap politik ada di dalam pertandingan antara Inggris dan Skotlandia tersebut.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes